Indonesia dilaporkan akan membeli jet tempur F-15EX buatan Boeing dan Rafale dari Prancis. Menurut dokumen pertemuan Rapat Pimpinan Angkatan Udara yang dikutip sejumlah media menyebutkan Jakarta akan membeli 36 jet tempur Rafale dan delapan F-15EX selama tahun 2021 dan 2024.
Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Fadjar Prasetyo mengtakan Indonesia juga akan membeli pesawat angkut C-130J dan kendaraan udara tempur tak berawak dengan ketinggian menengah.
Tentang kemampuan kedua jet tempur sudah sering dibahas. Harus diakui keduanya adalah jet-jet tempur terbaik di kelasnya. F-15EX adalah turunan terakhir F-15 yang dikenal sangat mumpuni di kelas petarung berat. Sementara Rafale adalah salah satu pemain terbaik di kelas jet tempur menengah.
Mungkin yang belum banyak dibahas adalah berapa kira-kira dana yang dibutuhkan untuk membeli dua pesawat tersebut? Mari kita mencoba menghitung dengan data-data yang ada.
Kita lihat Rafale terlebih dahulu. Prancis Prancis memesan 180 Rafale dengan 132 untuk angkatan udara dan 48 untuk angkatan laut. Dari jumlah itu 152 pesawat telah dikirim pada Januari 2019. Dassault diharapkan untuk melanjutkan pengiriman sisa 28 pesawat pada tahun 2022.
Rafale mulai beroperasi dengan Angkatan Laut Prancis pada tahun 2004 dan Angkatan Udara Prancis pada tahun 2006. Sepuluh pesawat beroperasi di kapal induk Charles de Gaulle. Sulit untuk menentukan berapa nilai kontrak yang diberikan Prancis kepada Dassault.
Qatar menandatangani kontrak dengan Dassault Aviation untuk mengakuisisi 24 pesawat tempur Rafale pada Mei 2015. Kontrak senilai US$ 7 miliar atau sekitar Rp97 triliun. Itu artinya satu pesawat rata-rata US$297 juta atau sekitar Rp4,1 triliun. Pembelian Qatar juga mencakup opsi untuk 12 pesawat tempur tambahan dan opsi tersebut dilaksanakan oleh Qatar pada bulan Desember 2017. Perusahaan memulai pengiriman, dengan Rafale pertama dikirim ke Qatari Emiri Air Force pada Februari 2019.
UEA diharapkan mengakuisisi Rafale di bawah kontrak US$10 miliar untuk menggantikan 60 jet tempur Mirage yang menua. Rata-rata satu pesawat berarti US$167 juta atau sekitar Rp2,4 triliun. Namun, pada November 2011, kesepakatan terhenti ketika UEA menyebut harga dan persyaratan Dassault sebagai tidak kompetitif. Negara ini juga mempertimbangkan Typhoon.
Pemerintah Brasil pada 2010 sebenarnya pernah memberikan kontrak US$ 4 miliar kepada Dassault untuk memasok 36 pesawat multiperan Rafale. Tetapi kontrak itu dibatalkan dan Brazil memilih untuk membeli Gripen E. Harga Rafale untuk Brazil yang disepakati saat itu sekitar US$111 juta per pesawat atau sekitar Rp1,6 triliun.
Pada Februari 2012, Kementerian Pertahanan India memilih Rafale untuk program pesawat tempur multiperan kelas menengah. Kontrak tersebut bernilai sekitar US$ 20 miliar. Berdasarkan kontrak tersebut, Dassault akan memasok 126 pesawat tempur Rafale. 18 pesawat tempur pertama akan dipasok pada 2015 dan sisanya akan diproduksi di India di bawah transfer teknologi ke Hindustan Aeronautics (HAL). Kontrak ini akan menjadi pasokan internasional pertama untuk Rafale. Namun kontrak gagal karena menyangkut masalah transfer teknologi.
Pemerintah India kemudian menyelesaikan kontrak pada April 2015 untuk akuisisi 36 rafale (28 kursi tunggal dan delapan kursi ganda). Kesepakatan antar pemerintah senilai US$8,82 miliar ditandatangani pada September 2016. Prancis mengirimkan pesawat pertama ke India pada Oktober 2019. Dengan kontrak ini satu pesawat rata-rata harganya US$245 juta atau sekitar Rp3,5 triliun.
Dassault Aviation juga menandatangani kontrak penjualan dengan Mesir pada Februari 2015 untuk memasok 24 pesawat tempur Rafale. Nilai kontrak adalah US$5,9 miliar yang berarti satu pesawat seharga sekitar US$245 juta atau sekitar Rp3,5 triliun.
Terakhir Yunani yang pada Januari 2021 ini menandatangani kontrak untuk membeli 18 pesawat tempur Rafale dengan nilai US$3,04 miliar. Satu pesawat harganya rata-rata US$169 juta atau sekitar Rp2,4 triliun
Kenapa harganya bisa berbeda-beda? Tergantung banyak hal seperti hubungan politik, kepentingan, jumlah yang dibeli, dan tentu saja kemampuan pesawat yang diminta pembeli. Harga yang diterapkan Qatar paling tinggi bisa jadi karena pesawat yang diminta memiliki spesifikasi paling canggih ditambah senjata lengkap. Harga Uni Emirat Arab lebih murah bisa jadi karena jumlah yang akan dibeli cukup banyak. Sementara harga Yunani juga relatif murah karena yang dibeli adalah pesawat bekas.
India dan Mesir harganya sama yakni sekitar Rp3,5 triliun. Mengacu pada angka ini maka Indonesia jika ingin membeli 36 Rafale maka uang yang disediakan pun kemungkinan tidak akan jauh berbeda yakni sekitar US$8,8 miliar atau kurang lebih Rp124 triliun rupiah atau satu pesawat sekitar Rp3,4 triliun.
Lalu bagaimana dengan F-15EX? Berdasarkan angka anggaran Amerika yang tersedia untuk umum, F-15EX berharga US$ 80,3 juta atau sekitar Rp1,1 triliun. Yang menarik, jika menggunakan hitung-hitungan ini ternyata harga Rafale jauh lebih mahal. Tetapi memang perlu diingat US8,3 juta adalah harga untuk pesawat yang dibeli Amerika. Selain itu harga tidak termasuk peralatan, pelatihan dan layanan dukungan dan tentu saja senjata.
Untuk gambaran lain Qatar menandatangani kontrak untuk membeli 36 F-15QA pada tahun 2017. Pada saat itu, Bloomberg mengatakan total harga untuk jet tempur, bersama dengan peralatan dan layanan pendukung terkait sekitar US$ 12 miliar. Itu artinya satu pesawat menghabiskan sekitar US$432 juta atau sekitar Rp6,1 triliun. Harga ini lebih masuk akal. Untuk diketahui F-15QA menjadi dasar dari pengembangan F-15EX.
Mengacu data tersebut maka delapan F-15EX yang diimpikan Indonesia harus ditebus dengan dana setidaknya Rp48,8 triliun. Total untuk 36 Rafale dan 8 F-15EX berarti sekitar Rp173 triliun. Keinginan pesawat datang antara 2021 hingga 2024 harus diakui juga sangat ambisius. Itu artinya hanya sekitar empat tahun dan setiap tahunnya harus mengeluarkan dana kurang lebih Rp57,6 triliun.
Keinginan pesawat datang antara 2021 hingga 2024 harus diakui juga sangat ambisius. Rata-rata negara pembeli Rafale menerima pesawat pertama paling cepat dua tahun setelah kontrak ditandatangani kecuali pesawat yang dibeli bekas seperti Yunani. Negara ini akan menerima cepat karena akan diberi pesawat yang saat ini digunakan Angkatan Udara Prancis. Untuk Indonesia hanya sekitar empat tahun seluruh pesawat yang berjumlah 44 unit baik Rafale atau f-15EX diharapkan tiba
Tetapi sekali lagi ini adalah perkiraan dan perhitungan juga mengabaikan inflasi serta nilai dolar yang berubah dari waktu ke waktu. Tetapi setidaknya hal ini bisa menjadi gambaran besarnya. Pertanyaannya, apakah Indonesia mampu membayarnya? Optimistis saja karena katanya uangnya ada kok….
Diolah dari berbagai sumber