Boeing mengungkapkan bahwa mereka harus merogoh kocek sebesar US$168 juta atau sekitar Rp2,5 triliun (kurs Rp15.213) dari kantong untuk menutup peningkatan biaya program pembangunan pesawat kepresidenan Amerika yang dikenal sebagai Air Force One.
Pembengkakan biaya ini karena ketidakefisienan yang disebabkan oleh pandemi. Padahal proses pembangunan baru dimulai Februari 2020 lalu.
Namun, Chief Financial Officer Boeing Greg Smith Jumat 1 Mei 2020 mengkonfirmasi program akan tetap sesuai jadwal, dan pesawat pertama yang resminya bernama VC-25B tersebut diharapkan akan dikirimkan pada tahun 2024.
Boeing VC-25 adalah versi militer dari Boeing 747 dan digunakan untuk transportasi kepresidenan, yang dioperasikan oleh Angkatan Udara Amerika Serikat. Boeing memulai proses modifikasi dua pesawat VC-25B di pabrik di San Antonio, Texas, pada bulan Februari 2020 ini.
Mengutip rilis Angkatan Udara, Defense News melaporkan bahwa Boeing akan memotong bagian-bagian kulit dan struktur pesawat dan menggantinya dengan “superpanel” yang dirancang khusus.
VC-25B akan dilengkapi dengan daya listrik yang ditingkatkan, sistem komunikasi khusus, fasilitas medis, interior eksekutif dan kemampuan operasi darat yang otonom.
Pengumuman terbaru oleh Boeing datang setelah Asisten Sekretaris Angkatan Udara untuk Akuisisi, Teknologi dan Logistik Will Roper mengatakan pada 16 April bahwa penundaan untuk pesawat kepresidenan yang baru tidak diharapkan terjadi.
Dalam sebuah pesan kepada karyawan pada Rabu 29 April 2020, Boeing mengatakan mereka harus merumahkan sekitar 10% dari total tenaga kerjanya atau sekitar 16.000 orang karena masalah finansial yang muncul dari pandemi virus corona.
“Pengurangan baru dalam tingkat produksi kami dan dampak berkelanjutan COVID-19 pada bisnis kami akan memaksa kami untuk mengurangi ukuran tenaga kerja kami. Saya minta maaf karena saya harus menyampaikan berita ini, tetapi saya ingin Anda mendengarnya dari saya dulu – dan saya merekam pesan video ini sehingga Anda bisa mendengarnya langsung dari saya, ” kata CEO Boeing David Calhoun.
“Kami telah mulai mengambil tindakan untuk menurunkan jumlah karyawan kami sekitar 10% melalui kombinasi PHK,” tambahnya.
Perusahaan telah menghadapi kesulitan keuangan sejak jet 737 Max 8 bermasalahnya digrounded pada Maret 2019, menyusul dua kecelakaan fatal yang menewaskan total 346 orang.