Saat Hornet mendominasi langit, Angkatan Laut mulai mencari-cari penggantinya. Sebuah program tahun 1980 untuk menggantikan A-6 menyebabkan munculnya McDonnell Douglas A-12 Avenger, pesawat terbang dengan desain sayap siluman dengan radar canggih yang mampu membawa senjata presisi.
Secara terpisah, Angkatan Laut berusaha untuk menggantikan F-14 dengan F-22 Raptor varian kapal induk. Sementara itu, Grumman mengusulkan pengembangan versi F-14.
Kemudian Uni Soviet runtuh. Dengan adidaya saingan Amerika berantakan, program pertahanan baru menemukan diri mereka di bawah mikroskop. Angkatan Laut kemudian membatalkan A-12 pada tahun 1991 dan menyerah untuk mendapatkan versi kapal induk dari F-22 pada tahun 1992. Dick Cheney, menteri pertahanan kala itu juga menolak usulan Grumman untuk pengembangan F-14. Angkatan Laut hanya memiliki satu alternatif: Super Hornet.
Angkatan Laut kemudian memerintahkan pesawat F / A-18E satu kursi dan F / A-18E dua kursi pada tahun 1992. Meski pesawat ini berbagi banyak karakteristik dengan Hornet asli, mereka sebenarnys pesawat yang berbeda.
Varian E / F sekitar 20 persen lebih besar dengan berat maksimum lebih berat. Pesawat ini membawa sepertiga bahan bakar internal lebih banyak, menawarkan peningkatan rentang Hornet yang lebih tua (meskipun masih tidak menyamai F-14).
Sayap 25 persen lebih besar menghasilkan kapasitas muatan lebih dengan tambahan dua stasiun di sayap. Leading edge extensions yang lebih besar memberikan peningkatan daya angkat dan karakteristik yang lebih baik.
Mesin turbofan General Electric F414-GE-400 dengan daya dorong 22.000 lbs menambah daya dorong maksimum 35 persen lebih yang memungkinkan F / A-18E / F untuk mencapai kecepatan 1,8 Mach. Super Hornet memiliki banyak persamaan dalam avionik dan perangkat lunak dengan F / A-18C / D, tetapi sistem yang lebih baru termasuk rdar active electronically scaned array AN / APG-79 membuat varian E / F lebih efektif.
Sebuah sistem baru untuk mengisi bahan bakar pesawat lain memberi Angkatan Laut kemampuan itu setelah KA-6D dan Lockheed S-3B pensiun. Varian E / F bahkan menggabungkan ukuran siluman dengan fitur desain yang secara signifikan mengurangi penampang radar depan dan belakang.
Super Hornet terbang pertama pada tanggal 29 November 1995, memulai program uji lima tahun, dan saat itu McDonnell Douglas bergabung dengan Boeing. Program uji dipuji meski juga menunjukkan bahwa perbaikan jangkauan Super Hornet adalah marjinal dan mengorbankan kinerja. Varian E / F tidak bisa memanjat secepat atau manuver juga kalah lincah dibanding pendahulunya.
Bahkan dengan keterbatasan, pesawat yang juga dijuluki “Rhino,” telah menunjukkan nilainya. Pesawat mulai beroperasi pada tahun 2001 dan melepaskan rudal udara ke permukaan pertama di Perang Irak tahun 2002.
Pesawat memainakn peran dukungan dekat, serangan , dan sorti pengisian bahan bakar udara selama Perang Irak. Selai itu juga andil besar dalam misi tempur di Afghanistan. Mereka telah terlibat dalam memerangi ISIS, dari menggempur kelompok pertahanan, memberikan pengintaian dan kontrol udara.
Varian lain, EA-18G Growler masuk ke produksi pada tahun 2007 dan mulai beroperasi pada 2009, menggantikan EA-6B Prowler dalam peran serangan elektronik. Growler menunjukkan fleksibilitas dari desain F / A-18 dengan menempatkan paket peperangan elektronik menjadi pesawat tempur.
Lebih dari 500 Super Hornet dibangun, dan masih banyak yang dalam produksi. Karena keterlambatan F-35C, versi kapal induk dari Joint Strike Fighter, Angkatan Laut telah memerintahkan lebih lanjut Super Hornets untuk mengisi “gap tempur” karena Hornet yang semakin aus.
Australia telah mengakuisisi F / A-18F dan pembelian oleh Kuwait baru-baru ini disetujui. Kanada baru-baru ini mengumumkan akan membeli 18 Super Hornets bukan F-35.
Rasanya adil untuk mengatakan bahwa F / A-18 adalah pesawat badass karena sejarah dan keadaan memaksanya untuk itu. Pesawt ini mungkin tidak selalu menjadi pilihan yang paling diinginkan tetapi telah terbang untuk hampir setiap pekerjaan.