Pada tanggal 4 Juli 1989 pagi, alarm berbunyi nyaring di Pangkalan Udara Soesterberg di Belanda, tempat Skuadron Taktis Tempur ke-32 Angkatan Udara Amerika ditempatkan. Ini adalah waktu di mana ketegangan masih terasa meski Perang Dingin baru saja usai.
Beberapa menit kemudian, sepasang jet tempur F-15 yang diawaki oleh Kapten J.D. Martin dan Bill “Turf” Murphy, diluncurkan. Misi mereka adalah untuk mencegat sebuah jet tempur yang sedang menuju langsung dari wilayah udara yang dikuasai Soviet ke Eropa Barat.
Meskipun Perang Dingin baru saja berakhir, tetapi ketegangan masih melonjak tinggi di antara kedua sisi, dan setiap serangan pesawat tak dikenal perlu ditanggapi dengan cepat.
Saat JD dan Turf mengejar pesawat terbang, yang akhirnya diidentifikasi sebagai pesawat tempur supersonik MiG-23 Flogger Soviet, pengendali darat memberi tahu mereka bahwa semua upaya untuk menghubungi jet telah gagal dan maksud pilotnya tidak diketahui serta berpotensi bermusuhan.
Ketika mereka mendekati Flogger, kedua Eagle itu siap menembak jatuh jika pesawat tidak merespons dan tetap melanjutkan jalur penerbangannya.
Tetapi ketika dua pilot F-15 lebih dekat ke pesawat untuk mengidentifikasi secara positif, mereka melihat bahwa tiang di bawah Flogger – yang digunakan untuk memasang rudal dan bom terlihat kosong.
Pada saat itu, Flogger berada di wilayah udara Belanda terbang dengan santai sekitar 400 mil per jam pada ketinggian 39.000 kaki.
Apa yang JD dan Turf lihat selanjutnya semakin mengejutkan. Kanopi Flogger terbuka dan tidak ada pilot di dalam kokpit. Intinya, pesawat tempur Soviet itu terbang sendiri, kemungkinan melalui sistem autopilotnya.
Setelah menghubungi ground control dengan perkembangan baru ini, dua pilot Eagle diberi persetujuan untuk menembak jatuh MiG di atas Laut Utara, jika tidak pesawat bisa jatuh ke daerah berpenduduk.
Tanpa menyadari berapa lama MiG terbang tanpa pilot, dan berjuang melawan cuaca buruk yang bisa membuat puing-puing jatuh ke kota terdekat saat menembaki MiG , JD dan Turf memilih untuk membiarkan jet itu kehabisan bahan bakar dan jatuh Selat Inggris.
Tetapi pesawat melaju ke Belgia, akhirnya mengarah ke peternakan saat cadangan bahan bakar terakhir habis. Tragisnya, MiG menabrak rumah pertanian, membunuh seorang anak berusia 19 tahun.
Pihak berwenang berpacu ke lokasi kecelakaan untuk memulai penyelidikan atas kejadian yang terjadi, sementara kedua F-15 kembali ke markas. Pesawat tempur Mirage Prancis juga dipersenjatai dan siap menembak MiG tersebut jika masuk ke wilayah udara Prancis.
Bagaimana Bisa Terjadi?
Rincian apa yang menyebabkan Flogger itu terbang tanpa awak mulai bermunculan. Ternyata, pesawat tempur Soviet berasal dari Pangkalan Udara Bagicz – tidak jauh dari Kolobrzeg, Polandia dan seharusnya merupakan misi reguler.
Pilot, Kolonel Nikolai Skuridin, keluar dari pesawat satu menit setelah lepas landas saat instrumen di kokpit memberi tahu dia bahwa ia telah kehilangan kekuatan mesin secara drastis.
Pada ketinggian sekitar 500 kaki, akan berbahaya dan hampir pasti fatal jika Skuridin tetap berada di pesawat. Kolonel tersebut akhirnya melakukan proses ejeksi.
Tapi saat ia melayang kembali ke Bumi, pesawat bukannya jatuh tetapi melanjutkan pendakian, mesinnya tampaknya hidup kembali.
Bencana berikutnya terbukti sangat memalukan bagi Uni Soviet, yang terpaksa menawarkan ganti rugi ke Belgia dan keluarga korban.
Menjelang akhir penerbangan MiG, pesawat itu terbang sejauh 625 mil dengan sendirinya sampai kehabisan bahan bakar dan jatuh.
Ada-ada saja…