Harga jet tempur generasi kelima F-35 Joint Strike Fighter yang dibangun Lockheed Martin semakin murah dengan akan turun sekitar 13 persen selama tiga tahun ke depan.
Pembelian yang dilakukan dalam jumlah banyak menjadi salah satu faktor kenapa harga jet tempur siluman ini semakin murah. Perjanjian, yang diumumkan baru-baru ini, mencakup Lot 12, 13, dan 14 untuk tahun 2018, 2019, dan 2020. Pesawat dijadwalkan untuk dikirim pada tahun 2020, 2021, dan 2022.
Menurut perjanjian tersebut, Amerika dan sekutunya akan membeli 478 jet selama tiga tahun, dengan total biaya US$ 34 miliar. Model -A yang dibangun untuk Angkatan Udara Amerika dan banyak mitra internasional akan seharga US$ 84,2 juta pada tahun 2018, turun menjadi US$ 79,2 pada 2019, dan turun lagi menjadi US$ 77,9 pada 2020.
Pentagon dan Lockheed Martin telah lama mendorong untuk target US$ 80 juta atau lebih sedikit, dan perusahaan mengklaim itu terjadi satu tahun lebih awal dari yang diproyeksikan sebelumnya.
Sementara itu, model -C yang dibangun untuk Angkatan Laut Amerika harganya akan turun dari US$ 103,1 juta menjadi US$ 94,4 juta selama periode waktu yang sama. Model -C memiliki fitur landing gear yang diperkuat untuk memungkinkannya melakukan lepas landas dan pendaratan di kapal induk.
Model -B yang digunakan oleh Marinir Amerika, Italia, Inggris, dan Jepang harganya juga akan turun, dari US$ 108 juta menjadi US$ 101,3. F-35B, yang menggabungkan trust vectoring untuk melakukan lepas landas dan pendaratan vertikal adalah yang paling kompleks secara teknis dari ketiga versi.
Semakin murahnya harga pesawat harus diakui sebagai perkembangan positif untuk program jet yang menemui banyak masalah tersebut. Satu kritik utama terhadap F-35 adalah harganya. Jet model-A pertama di Lot 1 harganya US$ 223 juta setiap unitnya tetapi harganya terus turun selama tahun-tahun erikutnya, dengan Lot 5 berharga US$ 107 juta, Lot 10 US$ 94,6 juta, dan sekarang Lot 14 terkunci di US$ 77,9 juta.
Walaupun ini semua adalah kabar baik, harus diingat bahwa pada tahun 2001, Lockheed Martin menyatakan bahwa model -A akan hanya seharga US$ 50 juta per unit atau US$ 71,77 juta pada 2019. Harganya bisa turun lebih jauh lagi ketika F-35 telah menyelesaikan pengujian dan evaluasi operasional wajib, yang akan memberi lampu hijau untuk produksi tingkat penuh dan memungkinkan Pentagon dan sekutu membeli banyak pesawat yang lebih besar.
Meskipun biaya untuk membeli telah turun, biaya untuk terbang tetap tinggi. Sebagaimana dilaporkan Popular Mehanics 30 Oktober 2019, F-35 membutuhkan biaya US$ 44.000 atau Rp617 juta untuk satu jam terbang atau US$ 44 juta (sekitar Rp617 miliar untuk terbang 1.000 jam, atau US$ 352 juta (sekitar Rp5 triliun) selama 8.000 jam umur jet.
Biaya ini lebih dari dua kali lipat dibandingkan dari jet lainnya seperti F-15 Eagle, F-16 Fighting Falcon, dan F / A-18 Super Hornet. Lockheed Martin ingin menekan biaya per jam menjadi US$ 25.000 pada tahun 2025, tetapi Pentagon tidak yakin target itu bisa dicapai.
Angkatan Udara di masa lalu telah memperingatkan bahwa jika biaya per jam penerbangan tidak turun, hal itu bisa berakhir dengan membeli lebih sedikit F-35.
Biaya lain yang harus dibayar oleh program F-35 pada titik tertentu adalah biaya membawa jet yang lebih tua ke standar terbaru. Di bawah konsep manufaktur yang dikenal sebagai konkurensi, produksi F-35 dimulai sebelum perangkat keras dan perangkat lunak jet selesai. Ini dilakukan untuk membawa jet ke lapangan lebih cepat, sehingga pilot bisa berlatih lebih awal. Masalahnya sekarang ada ratusan jet di seluruh dunia yang perlu diperbarui ke standar akhir dan ini merupakan proses yang rumit dan mahal.
Program F-35 bagaimanapun terus membuat kemajuan dalam hal biaya, tetapi kemajuannya tidak merata dan dalam beberapa kasus mungkin tidak dapat dicapai. Kesulitan mengelola program yang sedemikian besar, rumit, dan lambat telah mendorong Angkatan Udara untuk mendorong memproduksi pesawat tempur baru setiap lima tahun, untuk menurunkan teknologi baru lebih cepat dan menciptakan lebih banyak opsi pembelian.