Dengan menggunakan superkomputer berkekuatan sama dengan 8.000 komputer, periset telah berupaya menciptakan sayap pesawat terbang yang meniru sifat sayap burung sebenarnya semirip mungkin.
Peneliti dari Universitas Denmark telah merancang sayap pesawat baru, yang secara signifikan lebih ringan dari sayap yang saat ini digunakan pesawat terbang. Jika diimplementasikan ke dalam desain pesawat, sayap bisa menghasilkan penghematan bahan bakar yang cukup besar.
Niels Aage, profesor teknik mesin di University of Denmark dan peneliti utama studi tersebut, menjelaskan dalam sebuah wawancara dengan R & D Magazine bahwa desain sayap burung dibuat bertahun-tahun dalam risetnya.
“Kita sudah lama yakin bahwa resolusi ekstrim akan bermanfaat bagi tugas desain praktis. Namun, karena tidak ada yang memikirkan hal ini bersama kami, maka kami memutuskan untuk mencobanya sendiri. Kami menghabiskan waktu mulai 2010 hingga 2015 untuk mengembangkan metode baru yang memungkinkan kami melakukan studi sayap,” kata Aage.
Sayap yang baru dirancang ini lebih ringan 2 sampai 5 persen dari sayap pesawat yang saat ini ada, namun sama kakunya dengan sayap konvensional.
Menurut Aage, para insinyur telah menggunakan teknik pengoptimalan semacam ini dalam skala yang lebih kecil selama dua dekade terakhir, termasuk membuat komponen sayap individu atau struktur yang lebih sederhana. Para periset menggunakan superkomputer untuk meningkatkan resolusi pada model sayap 27 meter milik Boeing 777.
Proyek ini dimulai dengan gambar garis besar sayap yang dioptimalkan resolusinya. Peneliti kemudian membaginya menjadi 1,1 miliar piksel 3D, masing-masing dengan resolusi kira-kira 200 kali lebih besar dari sebelumnya.
Sayap konvensional dibangun dengan balok lurus yang membentang di sepanjang sayap, diselingi oleh penyangga. Namun, desain baru ini memiliki struktur pendukung yang melengkung sehingga angin keluar di sisi trailing sayap, menyerupai struktur tulang sayap burung. Struktur pendukung yang rumit di ujung menyerupai struktur internal paruh burung.
Menurut Aage, langkah selanjutnya bagi peneliti dalam desain sayap adalah menggabungkan elastisitas aero, anisotropi dan efek dinamis ke dalam desain.
Aage mengatakan, desain tersebut juga dapat diterapkan pada industri lain untuk mengembangkan bangunan bertingkat tinggi di zona rawan gempa yang dapat mempertahankan kekakuan mereka sambil menahan dinamika gempa.
“Kami mendekati paradigma baru di bidang desain dibantu komputer dengan desain yang optimal, di mana kita mulai mendesain ulang semuanya. Selama beberapa dekade kita mungkin berpikir bahwa kita tidak bisa melakukan jauh lebih baik dalam pengaturan masalah yang diberikan, tapi sekarang ada perubahan nyata bahwa kita bisa mendapatkan perbaikan yang signifikan,” lanjut Aage.
Jadi, tunggu saja dalam beberapa tahun ke depan, kita akan punya sayap pesawat baru yang memanfaatkan teknik burung. Tentu saja, sayap pesawat ini tidak mengepak seperti dalam film kartun.