Rudal Korea Utara yang diluncurkan ke kawasan Pasifik, terbang melintasi wilayah udara internasional. Padahal di kawasan itu, ada lalu lintas penerbangan sipil. Jadi, seberapa bahaya mainan Kim Jong Un ini bagi pesawat sipil?
Beberapa minggu belakangan, Jepang sering membunyikan alarm untuk memperingatkan warga agar mencari perlindungan. Penyebabnya sudah jelas, Korea Utara sering meluncurkan rudal ke atas kawasan Jepang. Yang bikin jengkel, Pyongyang melepaskan rudal itu tanpa peringatan apapun.
Seorang penumpang pesawat yang mendarat di Osaka hari Jumat ini mengatakan bahwa dia menerima peringatan tanda bahaya ketika masih di pesawat. Ada berita bahwa Korea Utara main-main lagi dengan rudalnya. Ini yang bikin kesal.
Para ahli mengatakan, kemungkinan bahwa rudal itu menabrak pesawat penumpang sipil sebenarya sangat rendah. Namun mereka sepakat bahwa risikonya tetap ada. “Jika sebuah pesawat penumpang tertembak rudal, tekanan untuk respon militer oleh AS dan sekutu-sekutunya akan menjadi sangat tinggi,” kata Vipin Narang, associate professor dan pakar keamanan Asia Selatan di MIT.
Namun, Narang meyakinkan bahwa skenario itu tidak mungkin, tapi tetap saja menjadi peluang dan bisa menjadi jalan menuju perang.
Seperti dilaporkan BBC, Ankit Panda, associate editor The Diplomat mengatakan bahwa tes rudal ini menimbulkan risiko untuk pesawat komersial. Penyebabnya ya itu tadi, Korea Utara tidak mengumumkan uji misilnya. Ini berarti rudal-rudal itu datang tanpa peringatan atau jalur penerbangan mana yang beresiko.
Biasanya, negara-negara yang normal pemimpinnya, mengeluarkan pemberitahuan jauh-jauh hari jika akan menyelenggarakan tes semacam itu. Seluruh maskapai dan bahkan kapal laut yang beroperasi di kawasan sekitar harus memahami rencana dan resikonya.
Untungnya, Korea Utara seperti negara-negara lain, memiliki akses ke data penerbangan sipil internasional. Kalau mereka waras, ilmuwan Korut dapat mempelajari wilayah udara yang akan dikirim rudal mereka dan menentukan di wilayah mana tidak ada pesawat yang lewat. Tapi, tidak ada jaminan seratus persen hal itu akan dilakukan.
Resikonya tetap ada dan diperkuat oleh dua faktor. Pertama, pelontar rudal itu keluar jalur dan memasuki wilayah udara yang sibuk. Kedua, rudal itu pecah ketika terbang dan menciptakan puing-puing yang melesat liar.
Sejauh ini, Pyongyang mengkalibrasi tesnya sehingga mereka bisa melewati bagian tertipis di Jepang di sepanjang rute di mana mereka mengantisipasi lalu lintas udara minimal. Kalibrasi ini didasarkan pada asumsi bahwa pengujian akan berhasil. “Rudal terbaru yang dikirim pada hari Jumat diperkirakan merupakan Hwasong 12, yang sebelum beberapa tes terakhir tidak memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi. Jadi, masuk akal rudal suatu saat akan kacau dan memasuki wilayah udara yang jauh lebih padat,” kata Panda.
Faktor kedua adalah rudal bisa hancur di suatu tempat di tengah jalur. “Ini akan membuat sebaran puing yang bisa menjadi risiko pesawat terbang di ketinggian,” tambah Panda.
Sekali lagi, tingkat kegagalan yang tinggi di masa lalu uji coba rudal Korea Utara dapat meningkatkan kemungkinan skenario itu. Karena itu wajar kalau mayoritas maskapai penerbangan telah mengubah jalur penerbangan mereka untuk menghindari penerbangan di atas Korea Utara dan wilayah antara Korea Utara dan Hokkaido. Ini menurut Ellis Taylor dari analis penerbangan FlightGlobal yang memaparkan datanya kepada BBC.
Salah satu yang mengubah adalah Air France untuk rute penerbangannya ke Jepang. Keputusan tersebut diambil setelah salah satu pesawat mereka berada dalam radius 100km atau 62 mil dari salah satu tes rudal Korea Utara. Sebagai akibatnya, penerbangan mereka ke Tokyo dan Osaka sekarang memakan waktu antara 10 sampai 30 menit lebih lama.