Produsen pesawat tak berawak (drone) dari Cina, Ehang saat ini memiliki pesawat uji coba yang mampu terbang selama 23 menit. Administrasi Penerbangan Federal AS (FAA) sendiri mengatur bahwa taksi terbang minimal membutuhkan daya selama 20 menit. Jadi, pencapaian itu sangat mepet karena hanya 3 menit dari batas yang disyaratkan. Artinya, masih butuh pengembangan agar drone bisa dipakai sebagai taksi komersial.
Kondisi ini masih benar-benar menjadi masalah, kata Wakil Presiden Urbanon Aeronautika, Janina Frankel-Yoeli. Ini adalah sebuah perusahaan riset yang mencoba mengembangkan taksi udara dengan penggunaan awak. Banyak pihak berpendapat, bahwa perbaikan pada baterai adalah cara yang dibutuhkan untuk merealisasikan taksi udara dengan drone ini agar bisa terbang setidaknya pada 2023. Perusahaan taksi berbasis aplikasi Uber, bahkan sudah berencana untuk memiliki 50 taksi udara pada tahun itu.
Perbaikan teknologi baterei ini terbantu oleh pesatnya perkembangan teknologi mobil listrik di seluruh dunia yang meningkatkan tajam. Karena mobil listrik juga memakai baterei sebagai penyimpan daya, maka sistem baru bisa diterapkan juga pada drone taksi ini. Apalagi menurut survei, taksi drone tidak perlu terbang jauh. Dalam sekali angkut, maksimal cukup 60 mil itupun sudah merupakan perjalanan terpanjang di sebuah kota. Karena itu, kecepatan pengisian baterei justru lebih penting dari pada jangkauannya.
Solusi lain mungkin melibatkan dua baterai yang tersimpan dalam basis yang dapat dilepas dan dapat ditukar dengan cepat di antara penerbangan, kata Tim Robinson, editor majalah Royal Aeronautical Society, Aerospace. Dengan sistem ini, setiap akan mengangkut penumpang baru, maka baterei lama akan diganti dengan yang baru. Sedang baterei lama akan masuk ke area pengisian listrik kembali, begitu seterusnya.
Para peneliti taksi drone juga mengingatkan bahwa parasut mungkin tetap diperlukan sebagai antisipasi kemungkinan kecelakaan. Tantangan besar lainnya adalah mengelola wilayah udara dan menghindari tabrakan. Sebagian besar kota besar telah memiliki koridor udara yang disiapkan untuk helikopter yang bisa digunakan oleh taksi udara. Biasanya, selama ini ijin penggunaan koridor udara seperti itu dilakukan secara manual oleh pilot helikopter. Jadi, perlu dipecahkan bagaimana taksi drone akan mengatasi masalah tersebut.
Selain itu, taksi drone juga memiliki tantangan untuk bisa dioperasikan tanpa interaksi suara. Termasuk adalah peningkatan teknologi rasa dan penghindaran yang memungkinkan pesawat tak berawak berkomunikasi dengan pesawat penumpang lainnya untuk menghindari tabrakan antara keduanya secara otomatis.
Tapi mungkin hambatan terbesar dalam pengembangan taksi langit adalah peraturan. Pesawat komersial sudah memiliki sistem yang mapan. FAA di AS dan European Aviation Safety Agency tidak akan mengizinkan pesawat terbang tanpa pilot. Karena itu, mungkin butuh waktu lama bagi taksi drone ini untuk mengatasi aturan tersebut.