Biro-biro milik pemerintah India sedang terus mematangkan rencana mereka untuk menerapkan sistem pengendali lalu lintas udara jarak jauh. Lembaga seperti pengawas keselamatan penerbangan India dan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara disana berkonsultasi dengan negara-negara dimana menara jarak jauh telah digunakan. Sumber pemerintah yang bisa dipercaya menceritakan hal itu kepada media, dan bisa diduga kuat bahwa penerapan teknologi itu di India tinggal menunggu waktu.
Salah satu problemnya adalah bahwa negara yang memilih untuk menerapkan sistem pengawasan jarak jauh ini harus memutuskan sendiri dan bertanggung jawab sepenuhnya. Teknologi menara pengawasan yang masih baru ini tidak distandarisasi oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional. Lembaga itu sampai sekarang masih menyusun peraturan untuk mengikat penyedia teknologi, negara dan operator bandara yang menerapkan sistem tesebut. Sejauh ini, masing-masing negara diwajibkan menanggung sendiri seluruh resiko dan menyusun pedoman keselamatan sendiri.
Amber Dubey, kepala departemen Kedirgantaraan dan Pertahanan di perusahaan jasa konsultan KPMG menilai bahwa ATC jarak jauh adalah kebutuhan prioritas bagi India. Negara ini sangat luas, dengan lansekap yang menantang. Sementara di sisi lain, banyak sekali bandara regional yang lalu lintas udaranya masih rendah. Bandara regional semacam ini akan memakan biaya sangat tinggi jika dioperasikan oleh tim tersendiri dan tidak sebanding pendapatan yang diperoleh. “Namun, di beberapa bagian wilayah India, ketersediaan daya listrik yang dapat diandalkan dan konektivitas telekomunikasi merupakan tantangan tersendiri,” kata Dubey.
Dalam sejarahnya, India setidaknya pernah mengalami dua kali kegagalan daya di menara ATC. Kejadiannya di dua bandara terbesar dan tersibuk di India, yaitu Delhi dan Mumbai. Insiden yang terjadi beberapa belas tahun lalu itu tidak disertai dengan atau kecelakaan. Namun peristiwa ini mengingatkan semua pihak, bahwa masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah India sebelum menerapkan sistem ATC jarak jauh.
Pemerintah India juga masih memberi perhatian besar mengenai bagaimana sebenarnya transfer data dilakukan dari bandara ke menara pengawasan pusat. Seorang pejabat ATC di sebuah bandara India yang tidak mau disebut namanya mengatakan bahwa mereka belum memahami bagaimana transfer data akan berjalan, media apa yang akan digunakan dan berapa cadangannya. Selain itu, petugas di menara pengendali pusat juga perlu dilatih untuk mengenali dan menyesuaikan diri dengan kondisi setempat, termasuk cuaca dan topografi. Pemahaman itu harus dimiliki untuk beberapa bandara, bukan hanya satu, karena satu petugas bisa saja menangani sejumlah bandara di kota-kota yang berbeda dalam saat yang berdekatan.
Biaya untuk operasional ATC jarak jauh di sebuah bandara regional bisa hanya 15-50 persen dari biaya ATC beton yang sekarang sudah dipakai. Biaya itu juga tergantung pada berapa banyak bandara yang dipantau. Keuntungan juga bisa diperoleh dengan kenyataan, bahwa petugas manusia yang dibutuhkan lebih sedikit. Akan sangat efektif mengawasi bandara regional yang hanya memiliki kurang dari 10 penerbangan per hari.
ATC jarak jauh ini sedang banyak dilirik pemerintah berbagai negara karena dianggap efisien dan murah. Saab, perusahaan penyedia sistem ini telah mengoperasikan menara jarak jauh di Swedia selama dua tahun dan sedang dalam pembicaraan dengan sekitar 10 negara lainnya. Mereka yakin, listrik bukan menjadi masalah karena bisa diatasi dengan menyediakan cadangan tenaga, sebagaimana yang disediakan untuk bandara bersangkutan.