Bandara-bandara di seluruh dunia semakin kreatif melawan ancaman burung kepada pesawat. Jika ada satu minggu saja, tidak ada insiden yang melibatkan burung, otoritas sebuah bandara akan berucap syukur. Dalam beberapa tahun terakhir, ancaman burung terus meningkat, dan mau tidak mau harus ada upaya untuk melenyapkannya.
Mungkin jika di Indonesia, langkah paling cepat adalah menembaki burung itu sampai habis. Atau meminta pedagang burung untuk menangkap mereka satu persatu. Tetapi di luar negeri, spesies ini sangat dilindungi meski bukan hewan langka. Membunuh burung di sekitar bandara bisa diprotes. Apalagi menyerahkan nasibnya ke pedagang burung, bisa-bisa LSM pelindung burung marah tak ada habisnya.
Mungkin masih ingat, beberapa bulan yang lalu sebuah pesawat Southwest Airlines harus mendarat darurat di Bandara Internasional Nashville, Tennessee setelah menabrak burung saat lepas landas. Kejadian serupa di Bandara O’Hare Chicago melibatkan penerbangan Alaska Airlines yang mendarat darurat di Oakland saat dalam perjalanan ke Honolulu. Belum lagi yang paling fenomenal, pesawat US Airways jatuh oleh angsa dan harus mendarat di sungai Hudson, New York pada 2009. Insiden ini  membuat pilot Chesley Sullenberger menjadi pahlawan internasional dalam semalam.
Menurut laporan Federal Aviation Administration (FAA), jumlah tabrakan pesawat dan burung telah meningkat hampir enam kali lipat sejak 1990 menjadi 10.343 pada tahun 2012.
Belakangan memag populasi burung melonjak, misalnya ada dua kali lipat lebih banyak angsa Kanada di Amerika Utara sekarang dibanding tahun 1990-an. Dan banyak burung melihat bandara sebagai habitat yang menarik. Bandara selalu luas, penuh rumput yang memicu kedatangan belalang sebagai makanan burung. Bandara dan sekitarnya juga kawasan yang cukup aman karena dijaga. Interaksi burung dengan manusia menjadi minimal dan mereka berkembangbiang dengan aman. Jadi, mau bagaimana lagi.
Bagaimana sebenarnya tabrakan burung ini bagi seorang pilot?
Charlie Hilbrant seorang pengajar sekolah pilot di Chicago pernah mengalami sendiri, bagaimana seekor burung menabrak pesawatnya. Tumbukan keras itu menghancurkan kaca depan dan memaksanya mengembalikan pesawat jetnya kembali ke Bandara O’Hare. Meski pecah, kaca tetap berada dalam bentuknya karena dilindungi lapisan khusus. Jadi, proses kembali ke bandara itu bukan berarti pesawat kehilangan kaca depannya. Tetapi karena pecah membentuk garis-garis dampak benturan, pilot tidak bisa melihat jelas ke depan. Selain itu, jika dibiarkan lama, kaca itu mungkin tidak akan mampu bertahan.
Hilbrant menggambarkan kejadian itu dengan mengibaratkan seperti sebuah bola golf yang menabrak kaca depan mobil kita. Siapapun yang berada di belakang kemudi akan terkejut. Ini adalah dampak pertama kali, dan kemudian akan muncul ketakutan karena peristiwa itu bisa memicu insiden lain. “Adrenalin terasa lebih cepat, tetapi Anda harus membuat keputusan untuk mengatasinya. Di sekolah pilot kami selalu memberitahu siswa untuk bersikap tenang, memastikan navigasi dan mengkomunikasikan kejadian itu, kemudian kita harus mencari tahu ke mana harus pergi dan memberi tahu menara control apa yang perlu Anda lakukan,” kata Hilbrant.