Airbus mengumumkan penurunan produksi superjumbo A380. Seri ini memang lamban terjual, diduga karena ukurannya yang membutuhkan upaya lebih dalam menjual kursi. Penurunan ini memunculkan keraguan lebih lanjut mengenai masa depan program unggulan tersebut. Sementara di sisi lain, ada gangguan mesin yang masih membebani pengiriman A320 dengan lorong tunggal yang akan menjadi model dengan volume pemesanan terbesar.
Produksi A380 akan dikurangi menjadi delapan jet per tahun pada 2019, turun dari 15 tahun ini dan 28 di tahun 2016. Pada sisi lain, Airbus meskipun ada sinyal positif dengan meningkatnya jumlah penumpang secara internasional, produsen pesawat ini menyatakan beberapa negosiasi kontrak yang sedang berlangsung mungkin tidak menghasilkan penjualan.
“Bahkan jika kita harus mendapat pesanan lain sebelum akhir tahun ini, tetap tidak akan mengubah kondisi pada tingkat suku bunga seperti sekarang. Kecuali, jika kita akan mendapat pesanan yang tiba-tiba dalam jumlah banyak,” kata, Chief Executive Officer Airbus, Tom Enders.
Industri penerbangan memang ramai dengan kabar yang menyatakan bahwa versi A320neo kinerjanya tidak seperti yang diharapkan. Bahkan masih ada perbaikan teknologi yang dilakukan oleh pemasok mesin, Pratt & Whitney karena mesin yang ada terbukti tidak dapat diandalkan.
Produsen pesawat Eropa ini mengatakan bahwa laba bersih mereka turun 17 persen menjadi 1,5 miliar euro atau 1,8 miliar dolar AS pada paruh pertama tahun. Penyebabnya adalah karena ada masalah dengan mesin versi baru dari jet A320. Pendapatan kuartal kedua Airbus sebelum bunga dan pajak, turun menjadi 859 juta euro dari 1,18 miliar euro setahun sebelumnya.
“Kondisi bisnis pesawat komersial tetap sehat, sementara daftar pesanan terus mendukung rencana peningkatan produksi kami. Namun, kami menghadapi tantangan karena masalah mesin yang masih belum diatasi, “kata Enders.
Airbus mengatakan bahwa pihaknya mengharapkan untuk bisa mengirimkan lebih dari 700 pesawat komersial. Namun realisasinya bergantung pada produsen mesin untuk bisa memenuhi komitmen. A380 sudah dijadwalkan untuk dipotong produksinya menjadi hanya satu pesawat per bulan. Airbus bulan lalu menawarkan versi yang disempurnakan dari A380 yang menampilkan sayap hemat bahan bakar. Revisi ini juga dikombinasikan dengan revisi tata letak yang menampung 80 penumpang lebih banyak dan akan memotong 13 persen biaya per kursi. Emirates, pembeli superjumbo terkemuka, sedang menjajaki pembelian 20 pesawat. Namun Tim Clark, presiden maskapai ini menginginkan upgrade yang lebih signifikan yang menampilkan mesin baru.
Airbus sendiri menghadapi masalah dengan turbofan yang disuplai oleh Pratt & Whitney. Berbagai upaya terus dilakukan untuk membenahi teknologinya agar maskapai bisa menerima kehadiran produksi baru seri ini. “Ada terlalu banyak masalah pada mesin ini. Itu membuat kami frustrasi, itu membuat frustrasi pelanggan. Kami memiliki terlalu banyak perubahan mesin pada pesawat. Situasi ini sangat tidak memuaskan bagi kita semua,” kata Enders.