Belum lama kalangan penerbangan mendiskusikan soal sampah. Ya, sampah yang diproduksi setiap kali sebuah pesawat terbang kini terus bertambah. Sampak dari apa? Terutama dari bungkus makanan yang disajikan kepada penumpang. Industri ini sedang menciptakan konsep baru untuk menekan jumlah sampah yang dihasilkan. Salah satu caranya adalah dengan mendorong penumpang memesan menu makanan sebelum terbang. Dengan menu yang pasti, maskapai tidak perlu berspekulasi soal makanan dan membawa semua jenis yang ditawarkan dalam menu.
Dengan lebih sedikit beban akibat menu makanan, maka bahan bakar pun akan lebih sedikit dikeluarkan karena pesawat menjadi lebih ringan. Dengan begitu, selain menghemat biaya bahan bakar, langkah ini juga menjadikan bisnis penerbangan menjadi lebih ramah lingkungan.
Jadi, dunia penerbangan pun kini bergerak ke arah lebih ramah lingkungan. Dalam beberapa dekade terakhir, perusahaan penerbangan dan produsen pesawat terbang telah semakin berkomitmen untuk menjadi lebih “hijau”. Pelaku industri ini menyadari bahwa sumber daya minyak planet ini telah habis. Pada saat bersamaan, saat pesawat membakar bahan bakar, ia menciptakan apa yang disebut sebagai gas rumah kaca, terutama karbon dioksida, yang memiliki efek jangka panjang meningkatkan suhu bumi.
Pada tahun 2007, International Air Transport Association (IATA) menetapkan tujuan untuk menciptakan pesawat “nol emisi” dalam waktu 50 tahun. Tujuan ini berarti bahwa sebuah pesawat tidak boleh lagi menghasilkan gas rumah kaca. Uni Eropa telah mengusulkan pajak penerbangan untuk emisi karbon mereka, ketika pesawat berada di wilayah udara UE.
Sebuah laporan yang disusun pada 2013 dari International Council on Clean Transportation menilai efisiensi bahan bakar dari 15 maskapai terbesar di Amerika Serikat. Maskapai penerbangan yang efisien mengkonsumsi bahan bakar yang relatif lebih sedikit daripada pesaing mereka dan akibatnya menghasilkan lebih sedikit emisi karbon dioksida.
Alaska Airlines mendapat penghargaan tertinggi sebagai maskapai penerbangan hemat bahan bakar di Amerika Serikat. Diikuti kemudian oleh Spirit Airlines dan Hawaiian Airlines, Continental Airlines yang kemudian bergabung dengan United Airlines dan Southwest Airlines. Allegiant Air adalah yang paling tidak efisien dari 15 maskapai penerbangan yang dievaluasi, diikuti oleh American Airlines, AirTran Airways yang telah bergabung dengan Southwest, US Airways yang telah bergabung dengan America Airlines dan Delta Air Lines.
Pada 2011, organisasi Bright Planet menilai efisiensi karbon dari maskapai penerbangan terpopuler di dunia. Studi tersebut memperhitungkan penghematan bahan bakar, jarak terbang, jumlah penumpang per pesawat, kepadatan tempat duduk dan ongkos angkut. Bright Planet menempatkan Ryanair di Eropa sebagai maskapai penerbangan hemat karbon, diikuti oleh Cathay Pacific, EasyJet, Continental dan United Airlines. Maskapai yang paling tidak efisien, menurut Bright Planet, adalah American Eagle, diikuti oleh SkyWest Airlines, ExpressJet Airways, Southwest dan Lufthansa.
Isu lingkungan ini penting diperhatikan industri penerbangan karena bagaimanapun, mereka bersandar pada banyak hal yang bersumber dari alam. Bahan bakar dan bahan baku pesawat adalah sumber daya alam, operasional pesawat juga terpengaruh perubahan iklim karena terbukti bahwa fenomena ini membuat cuaca menjadi kian tidak dapat diprediksi, lebih banyak topan, curah hujan meningkat, dan pada gilirannya sangat mempengaruhi jalannya penerbangan.