Pemerintah Amerika Serikat belum lama mengeluarkan larangan membawa laptop ke pesawat bagi sejumlah maskapai asal Timur Tengah. Sementara sudah sejak lama, mayoritas maskapai di dunia melarang penumpang membawa salah satu seri telepon genggam dari merk tertentu. Ancamannya sama, yaitu kekhawatiran baterei perangkat itu akan meledak dan menimbulkan kecelakaan pesawat.
Sebuah kajian baru menemukan fakta, bahwa barang elektronik seharusnya dilarang masuk bagasi. Barang elektronik apapun, terutama yang menggunakan baterei litium. Nah menurut kajian dari badan penerbangan ini, sebaiknya benda elektronik ber baterei tidak diletakkan di bagasi pesawat. Badan Keselamatan Bahan Berbahaya mengatakan, perangkat elektronik portabel tidak menimbulkan ancaman kebakaran saat dibawa di kabin. Jangan sekali-kali sampai masuk ke tas bagasi.
Dalam hasil kajian yang dipaparkan pertengahan Juli 2017, FAA menyatakan bahwa perangkat yang mengandung baterai lithium metal atau lithium ion seperti laptop, smartphone, tablet, dan lainnya, harus ditenteng ke kabin. Alasan utamanya adalah bahwa laptop akan lebih aman di kabin penumpang karena awak pesawat atau penumpang yang lain, setidaknya memiliki kesempatan memadamkan api jika muncul kebakaran yang dipicu oleh baterai di perangkat elektronik. Bayangkan jika kebakaran semacam ini terjadi di kargo pesawat, tentu api akan muncul dan menimbulkan masalah.
Meski mengeluarkan rekomendasi semacam itu, kesimpulan ini tidak menjadi sebuah aturan yang melarang maskapai penerbangan mengizinkan penumpang memasukkan barang elektronik mereka ke bagasi bawah. Catatan yang diberikan adalah bahwa jika perangkat elektronik itu dikemas dalam tas yang akan masuk dalam kargo penerbangan, maka semua harus benar-benar dimatikan atau dalam posisi OFF. Tidak boleh satupun perangkat elektronik boleh dibawa dalam mode tidur. Perangkat juga harus terlindungi dari aktivasi yang tidak disengaja, dan dikemas dengan baik sehingga terlindung dari kerusakan.
Kajian baru ini memperlunak aturan ketat dari Pemerintah AS yang dikeluhkan industri penerbangan. Seperti diketahui, Departemen Keamanan Dalam Negeri AS mengeluarkan peraturan keamanan yang untuk penerbangan tertentu dari Timur Tengah ke negara tersebut awal tahun ini. Aturan-aturan itu, yang kemudian banyak dimodifikasi, melarang penumpang membawa perangkat elektronik yang lebih besar daripada telepon genggam di tas jinjing mereka. Lembaga itu bertindak berdasarkan informasi intelijen yang mengindikasikan bahwa teroris mungkin mencoba menyembunyikan suatu bahan peledak di perangkat elektronik atau menggunakan beberapa perangkat untuk meledakkan bom.
Pada akhir Juni, AS memodifikasi protokol keamanannya untuk semua penerbangan internasional. Namun, maskapai didorong untuk meningkatkan keamanannya dengan berbagai cara, mulai dari penyaringan yang lebih ketat dengan penggunaan screener tas jinjing baru yang lebih maju yang dapat mendeteksi bom dengan mudah. Sejak itu, beberapa maskapai menyatakan bahwa mereka telah meningkatkan prosedur keamanan dan mengumumkan bahwa tindakan itu sesuai dengan standar yang diharapkan.