PT Garuda Maintenance Facility (GMF) AeroAsia mengubah pesawat penumpang jenis Fokker F27 menjadi pesawat kargo pesanan Bangladesh belum lama ini.
“Kami baru-baru ini berhasil mengonversi pesawat penumpang menjadi pesawat kargo untuk tipe pesawat baling-baling Fokker 27 pesanan Banglasdesh,” kata Direktur Line Operation GMF AeroAsia Tazar Marta Kurniawan di sela-sela Indonesia Engineering Conference and Exhibition (IAECE) di Jakarta, Rabu 10 Mei 2017.
Tazar mengatakan hal itu memberikan nilai tambah yang tinggi dari sisi teknisi GMF yang memang memiliki sumber daya berkualitas.
“Kita ingin teknisi kita terus mengembangkan kemampuannya, sekolah terus untuk bisa mengikuti perkembangan teknologi dan yang tidak kalah penting tetap sesuai dengan peraturan di samping pengetahuan yang dimiliki,” katanya.
Dia menambahkan pengerjaan konversi pesawat tersebut memakan waktu dua bulan dari pesawat berkapasitas 30 penumpang menjadi pesawat kargo yang memapu mengangkut 5,5 ton tersebut.
“Banyak sekali pesawat lama dan kabin-kabin ini perlu pergantian teknologi seiring dengan kebutuhan konsumen, ingin bentuknya yang lebih bagus dan sebagainya dan pesawat-pesawat lama ini akan sulit mendapat dukungan manufaktur,” katanya.
Dalam kesempatan sama, Vice President Engineering Services GMF Bambang Suryowinarto mengatakan peluang bisnis tersebut akan terus dikembangkan karena potensinya sangat besar.
“Pesawat di atas 20 tahun itu sudah tidak boleh terbang. Boleh terbang kalau sudah diubah ke kargo. Di domestik sendiri Boeing 737 klasik sangat banyak,” katanya. Dia mengatakan tahun ini akan mengerjakan dua konversi pesawat lagi dari maskapai dalam negeri.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Sub Direktorat Rekayasa Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kemenhub Suharyadi Partodiyono mengatakan konversi jenis pesawat tersebut sudah melalui pengawasan dari Kemenhub.
“Kami mengawasi karena strukturnya harus diulang, ini bukan pekerjaan mudah mengubah dari pesawat penumpang menjadi kargo, lantainya harus diubah jadi lebih kuat, kemudian juga pusat gravitasi (CG) dihitung karena sudut dongak pesawat dengan beban yang diangkut itu berbeda,” katanya.
Untuk itu, Suharyadi mengimbau kepada GMF untuk banyak bekerja sama dengan institusi atau unversitas dalam merekrut akademisi yang kompeten dalam penelitian dan perancangan pesawat.
“GMF ‘kan enggak mungkin didik sarjana, karena itu ini perlu peran ‘engineer’ (teknisi) bukan mekanik, ini potensinya sangat besar,” katanya.
Selain itu, GMF juga memiliki sayap bisnis lain, selain perawatan pesawat udara, yaitu pengembangan rekayasa suku cadang “Part Manufacturing Aprroval” (PMA), pelatihan tenaga ahli karena mengantongi Aircraft Maintenance Training Organization, pelayanan data penerbangan (flight data services) dan program perawatan kelaikudaraan secara berkelanjutan (continuous airworthiness maintenance program).