Ban vulkanisir untuk sepeda motor dan mobil itu sudah biasa. Lantas bagaimana jika pesawat komersial menggunakan retread tire alias ban vulkanisir atau ban bekas?
Ternyata penggunaan ban vulkanisir di dunia penerbangan komersial bukan hal tabu. Banyak maskapai, bahkan maskapai luar negeri juga melakukannya. Alasannya tentu saja karena ekonomis. Namun bukan hal itu saja, penggunaan retread tire menjadi alternatif ketika stok ban baru minim dan sedikit. Tentu saja kualitas kondisi ban tetap diperhatikan.
Founder & Chairman HP Institute, Partner of Pacific (Aviation Consultant) Hentje Pongoh berbagi penjelasan soal penggunaan ban rekondisi. Menurutnya saat ini dalam industri penerbangan global lebih dari 95% pesawat terbang komersial yang dalam operasional menggunakan ban ‘bekas’ (retread tire).
Terdapat beberapa perusahaan ban di dunia ini yang dapat mengerjakan vulkanisir (retreading) ban pesawat ini. Termasuk pabrik ban besar dunia seperti: GoodYear, GoodRich, Bridgestone dan Michelin. Praktik vulkanisir (retreading) ban pesawat selama bertahun-tahun sudah menjadi standar dalam dunia penerbangan sipil termasuk juga militer.
Namun terdapat aturan pembatasan dari vulkanisir (retreading) ban ‘bekas’ itu antara lain: untuk ban mobil dan truk ringan umumnya 1 kali, untuk ban truk berat antara 1 hingga 3 kali, sedangkan untuk ban pesawat bisa sampai 12 kali.
Di Indonesia, ban ‘bekas’ yang divulkanisir ini di istilahkan dengan ‘recap’ dan masih boleh dipakai sampai ‘R3’ atau tiga kali di ‘recap’, sesuai dengan Advisory Circular yang dikeluarkan oleh Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU), Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan. Tanda ‘recap’ atau huruf ‘R’ yang diikuti dengan angka akan tertera di samping kiri dan kanan dari ban tersebut.
Idealnya memang semua pesawat harus memakai ban yang ‘R0’ atau ban baru dari pabrik, namun tentu saja biaya pengadaannya akan lebih mahal dibanding ban ‘bekas’ yang divulkanisir. Di Amerika Serikat setiap ban pesawat pada awal pembuatannya secara hati-hati dikembangkan dan diperiksa agar dapat memenuhi persyaratan ketat yang dibuat dan ditentukan oleh Federal Aviation Administration (FAA) mengacu pada Technical Standard Order (TSO) TSO-C62 yang
berlaku saat ini.
Apapun merek ban yang dipergunakan oleh maskapai penerbangan, tidak ada ban pesawat yang jelek, oleh karena ban pesawat yang termurah harganya sekali pun tetap harus memenuhi spesifikasi dari FAA tersebut. Adapun ukuran dan jenis ban pesawat yang ditentukan oleh pabrik pesawat sebelumnya telah melalui berbagai analisa teknik baik dalam penggunaan secara normal maupun dalam keadaan darurat.
Kemudian muncul pertanyaan, “Amankah Pesawat Terbang dengan Ban ‘Bekas’?”
Dalam praktiknya ban pesawat dapat digunakan untuk sekitar 150 kali tinggal landas (take off) dan pendaratan (landing), tergantung pada banyaknya beban muatan penumpang, bagasi dan kargo di pesawat. Sebenarnya tidak ada istilah ban ‘bekas’ dalam dunia penerbangan, oleh karena ban bekas pakai di pesawat yang masih layak dan memenuhi syarat untuk divulkanisir (retreading), setelah melalui proses retreading akan memiliki standar kualitas yang sama dengan ban baru.
Sebuah ban pesawat yang baru divulkanisir (retread tire) memiliki tingkat keamanan yang sama dengan sebuah ban baru, bahkan bisa melebihi ban baru. Oleh karena ‘retread tire’ itu diproduksi setelah melalui proses ‘service-tested tire carcass’, yang tidak digunakan oleh ban baru dalam proses produksinya. Pada kenyataannya kebanyakan dari ‘retread tire’ itu dalam produksinya harus melalui prosedur kontrol kualitas yang lebih ketat dibandingkan dengan ban baru.