Australia berada di trek untuk menggantikan paspor dengan teknologi pengenalan wajah atau Facial Recognition System di bandara dalam dua atau tiga tahun ke depan.
Transisi yang direncanakan merupakan bagian dari inisiatif Seamless Traveller yang diumumkan oleh Departemen Imigrasi dan Perlindungan Perbatasan pada tahun 2015 yang bertujuan untuk menyederhanakan proses perjalanan udara.
Dengan menggunakan sidik jari atau iris mata atau pengakuan struktur wajah, sistem akan memungkinkan mereka memasuki atau meninggalkan Australia untuk menghindari antrean menjengkelkan dan memakan waktu lama untuk pemeriksaan dokumen.
Menurut Menteri Imigrasi Peter Dutton, tujuannya adalah untuk mengotomatisasi 90% dari pengolahan di bandara internasional negara itu pada tahun 2020.
Di bawah sistem baru kartu penumpang dari kertas yang masuk akan dihapuskan dan counter berawak akan digantikan oleh stand elektronik otomatis.
Sebelum memperkenalkan program di bandara utama pada bulan November, departemen pertama akan mengujinya pada bulan Juli di Bandara Canberra, yang menangani penerbangan terbatas ke Selandia Baru dan Singapura.
Dutton juga menekankan bahwa upgrade dengan biaya lebih dari US$ 70 juta diharapkan akan meningkatkan kunjungan pariwisata dan meningkatkan keamanan di pelabuhan udara dan laut karena biometrik adalah cara yang jauh lebih dapat diandalkan untuk mendeteksi ancaman daripada hanya meneliti orang dengan memindai paspor.
“Jadi ada kemampuan melalui teknologi ini untuk meningkatkan deteksi orang yang mungkin akan datang ke negara kita guna melakukan hal yang salah,” tegasnya.
Australia bukanlah satu-satunya negara yang menerapkan teknologi pengenalan wajah. US Customs and Border Protection menggunakannya di Bandara Internasional John F. Kennedy dan Bandara Internasional Washington Dulles untuk membantu memverifikasi identitas orang-orang memasuki AS.