PT Dirgantara Indonesia mengatakan sedang pengembangan helikopter anti-kapal selam yang dipesan Angkatan Laut Indonesia (TNI AU). Diharapkan pada 2018 helikopter ini sudah mulai dibangun.
Direktur Utama PTDI Budi Santoso Budi mengatakan helikopter anti-kapal selam itu dibangun bersama Airbus Helicopters Prancis. Fisik helikopter yang disebut sebagai Phanter akan didasarkan pada helikopter AS365 N3+ Dauphin. “Kalau Dauphin itu versi sipil, helikopter Panther itu versi militernya,” ucapnya.
PT Dirgantara Indonesia mendapat pesanan dari TNI Angkatan Laut untuk membangun 11 unit helikopter anti-kapal selam. “Angkatan Laut memesan 11 unit, sudah 2 tahun lalu. Tinggal delivery mulai tahun depan,” kata Budi sebagaimana dilaporkan Tempo Rabu 15 November 2016
Menurut Budi, Panther menjadi pilihan TNI Angkatan Laut karena ukurannya yang relative kecil hingga bisa beroperasi dari kapal Kelas SIGMA.
“Trennya bagus, karena makin lama kapal Angkatan Laut di mana pun itu makin kecil, enggak pakai kapal-kapal besar. Meriam udah enggak ada yang gede-gede lagi di kapal itu, juga makin kecil, sehingga semua peralatan yang dibutuhkan semakin kecil,” ujarnya.
Budi juga mengklaim meski baru dalam tahap pengembangan helikopter anti-kapal selam sudah menarik minat sejumlah negara.
“Beberepa negara Timur Tengah yang punya kapal kecil juga tertarik menggunakan hal yang sama, tapi kami selesaikan dulu pesanan Angkatan Laut. Kalau selesai, baru kita ke negara lain,” ucapnya.
Sejumlah sistem akan diinstal di helikopter anti-kapal selam pesanan TNI Angkatan Laut ini. Di antaranya, sonar tarik dan torpedo anti-kapal selam.
Direktur Niaga dan Restrukturisasi PT Dirgantara Indonesia Budiman Saleh mengatakan PT Dirgantara menggandeng sejumlah vendor untuk memasok peralatan mendukung sistem helikopter hingga persenjataan. “Contohnya torpedo, roket, kemudian sensor-sensor macam-macam, ada juga FLIR, serta sonar yang dicelupkan ke laut. Yang merakit dan mendesain itu PT Dirgantara Indonesia, bukan domainnya Airbuss,” katanya.
Menurut Budiman, dalam produk ini , PT Dirgantara memegang property right atau license mission helikopter itu. “Nah, yang memegang paten, property right, intellectual property right helikopter anti-kapal selam itu kami. Kalau Airbuss mau jualan itu silahkan, tetapi dia jualan platform saja.”
Budiman mengatakan harga pesawat yang telah dipasangi berbagai sistem misi itu bisa lebih mahal ketimbang penjualan platform dasar pesawatnya. Dia mencontohkan penjualan pesawat CN235 yang kosong berkisar US$ 26–28 juta. Tapi, dengan tambahan berbagai sistem mission, seperti untuk kebutuhan patroli maritim, harganya bisa melonjak menjadi US$45–60 juta.