Bandara Internasional Ataturk di Istanbul, Turki, sudah beroperasional penuh pada Rabu pagi (29/6) dengan keamanan yang ditingkatkan, setelah beberapa jam kekacauan yang terjadi setelah serangkaian serangan pemboman bunuh diri.
Di dalam terminal kedatangan internasional, tempat serangkaian serangan yang menewaskan sedikitnya 41 orang dan melukai 239 orang lagi, orang-orang bergerak ke sana-kemari dan banyak orang menunggu keluarga dan teman mereka seperti biasa. Dua perempuan muda, yang terlihat gembira, saling berpelukan berkali-kali.
Beberapa meter dari mereka, dekorasi satu bagian langit-langit seluas 100 meter persegi rontok akibat ledakan, dan menjadi pengingat terus-menerus mengenai tragedi apa yang telah menimpa tempat itu malam sebelumnya.
Tiga pembom bunuh diri tiba di bandar udara tersebut dengan naik taksi pada Selasa malam dan melepaskan tembakan sebelum meledakkan diri mereka. Peristiwa itu merupakan serangan paling mematikan di metropolis tersebut dalam ingatan dan memaksa dihentikannya semua penerbangan selama berjam-jam.
“Semua orang terkejut oleh peristiwa teror sebesar itu,” kata seorang wartawan Jerman Stephen Richter, sebagaimana dikutip Antara dari Xinhua, Kamis (30/6/2016). Richter tiba di Istanbul pada Rabu untuk meliput tragedi tersebut.
Di dalam terminal, para pelaku meninggalkan dua luka besar di bandar udara itu –dua lagi daerah dengan langit-langit rontok; satu lebih besar dibandingkan dengan kerusakan di bagian dalam.
Di daerah pemeriksaan keamanan, kebanyakan kerusakan yang terlihat jelas adalah tiga dinding kaca pecah akibat ledakan.
Para pekerja sedang bekerja untuk menghilangkan luka tersebut, yang bukan peristiwa baru buat kota metropolitan itu. Selama satu tahun belakangan, kota itu telah menghadapi serangkaian serangan mematikan di tengah situasi keamanan yang memburuk di negeri tersebut.
Sebagian pekerja bandar udara saat giliran kerja pagi berada di lokasi untuk memeriksa kerusakan. Sebagian kehilangan rekan mereka dan tak bersedia memberi komentar.
“Anak-anak saya memohon agar saya tidak kembali ke Turki,” kata seorang penumpang Turki, yang pesawatnya baru saja mendarat di bandar udara itu dari Frankfurt. “Saya memberitahu mereka agar tidak khawatir, itu bisa terjadi di mana saja.” Baik dia maupun keluarganya tak bisa tidur sepanjang malam dan berusaha membayangkan apa yang terjadi, ia menambahkan.
Satu pasangan berkebangsaan Iran, yang tidak bertemu dengan putra mereka, Rashed, selama empat tahun, menyambut dia di bandar udara. “Setelah serangan semalam, saya berfikir saya takkan melihat putra sama sekali,” kata sang ibu.