Ajang Piala Eropa sudah di depan mata. Dari sekian banyak pemain legendaris yang pernah tampil di ajang ini, ada nama pemain Belanda di era 1990-an, yang sangat spesial. Selain karena aksinya bersama Arsenal dan timnas Belanda, namun juga karena Bergkamp mungkin satu-satunya pemain di Eropa yang takut naik pesawat (Aerophobia).
Liar, cepat dan licin itulah gaya khas Dennis Bergkamp. Mewarisi style khas striker Belanda yang sangat Total Football, Bergkamp sangat ditakuti pemain belakang lawan.
Namun siapa sangka, sang legenda justru ciut nyali saat hendak naik pesawat terbang. Ia bahkan dijuluki Non-Flying Dutchman. Padahal, laga klub di Eropa maupun di tim nasional sering mengharuskan tim naik pesawat. Lantas bagaimana Bergkamp mengatasi rasa takutnya?
Ya tentu rasa takut pemain yang pernah ber-jersey Internazionale Milan ini tidak muncul sejak lahir. Bergkamp muda awalnya seperti pemain lainnya yang merasa biasa saja naik pesawat. Ia juga
biasa bersama rekan satu tim melakukan pertandingan tandang ke sejumlah negara dengan naik pesawat.
Nah, rasa gentar alias takut itu muncul ketika ia sedang menikmati karier puncaknya di Arsenal. Saat itu Bergkamp bergabung di tim nasional Belanda hendak melawat ke luar negeri. Tiba tiba setelah berada di pesawat terbang, seorang wartawan melemper lelucon bahwa pesawat yang ditumpangi Timnas Belanda ada bomnya. Sontak saja, Bergkamp yang tadinya merasa normal langsung panik.
Kepanikan pun meluas ke semua anggota timnas dan oficial. Penerbangan pun dibatalkan. Saking gugupnya, Bergkamp lantas bersumpah tidak akan lagi naik pesawat terbang. Ia yang dalam kondisi panik menyatakan tidak akan memedulikan lagi pertandingan sebesar apapun selama masih naik pesawat terbang.
Sumpah Dennis Bergkamp ini kemudian berlanjut. Hampir di sejumlah laga Arsenal di luar negeri, pemain andalan oranje ini jarang tampil. Klub pun berusaha untuk mengobati rasa takutnya. Namun selalu saja, upaya itu gagal. Akhirnya klub memilih menyerah dan menyerahkan sepenuhnya keputusan main atau tidak di laga tandang di luar Inggris di tangan Bergkamp sendiri.
Sebagai pemain profesional, Bergkamp tentu merasa wajib bertanggungjawab. Ia menyatakan akan main jika lokasi laga away di Eropa bisa dijangkau dengan mobil. Bayangkan, Bergkamp rela naik mobil untuk laga tandang Arsenal di luar Inggris hingga ia memutuskan pensiun.
Dalam bukunya, Stillness and Speed, Bergkamp menceritakan banyak hal tentang ketakutannya naik pesawat. Di antaranya ketika harus melakukan banyak pertandingan tandang saat masih bermain untuk Inter Milan dengan menggunakan pesawat kecil:
“Itu adalah pesawat kecil jelek yang berada di awan dan dikocok-kocok sepanjang waktu. Ketika Anda melihat keluar semua yang kelihatan berwarna putih atau abu-abu. Dan hampir tidak ada ruang. Begitu sempit sehingga membuat saya sesak. Benar-benar tidak ada ruang untuk bergerak dan Anda hanya duduk di sana gemetar sepanjang seluruh perjalanan itu, membuat saya merasa begitu ngeri dan saya mulai mengembangkan keengganan seperti itu. Tiba-tiba saya sadar, saya tidak ingin melakukan ini lagi.”
“Sungguh malang, saya akan melihat ke langit selama laga tandang untuk melihat seperti apa cuaca saat itu. Apakah ada awan datang? Kadang-kadang saya disibukkan dengan pikiran soal penerbangan pulang, sementara aku sedang bermain sepak bola. Itu adalah neraka. Yang terakhir adalah ketika kami memiliki pertandingan tandang melawan Fiorentina. Saya melihat pesawat kecil dengan baling-baling di landasan pacu dan langsung berkeringat dingin. Dan benar saja itu adalah penerbangan yang menyengsarakan.”
“Saya sudah terbang berkali-kali di pesawat besar dan pesawat kecil. Waktu di Ajax Amsterdam saya pernah terbang dalam pesawat sangat kecil di atas Gunung Etna di dekat Naples. Saat itu kami terperangkap masuk ke kantong udara yang mengerikan! Dalam masalah terbang, saya sudah merasakan itu semua dan aku tidak akan pernah mau terbang lagi. Tidak akan. Dalam pembicaraan gaji dengan Arsenal, jika saya berkata “sejuta” mereka secara otomatis akan memotong sekian ratus ribu ‘karena Anda tidak akan terbang’ dan saya bisa menerima itu.”