Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan memperketat pengoperasian pesawat tanpa awak alias drone. Saking ketatnya, TNI berhak menembak drone yang dinilai membahayakan.
Pengetatan pengoperasian drone itu telah dituangkan dalam Peraturan Menteri No. 47/2016 Tentang Perubahan atas PM 180/2015 tentang Pengendalian Pengoperasian Sistem Pesawat Udara Tanpa Awak di Ruang Udara yang Dilayani Indonesia yang mulai berlaku 3 Mei 2016 lalu.
“Melihat ancamannya ke penerbangan sipil, kami mengamandemen peraturan ini, sehingga kamibisa proaktif untuk mengambil langkah, seperti menjatuhkan dan sebagainya,” kata Direktur Navigasi Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub, Novie Rianto, dilansir Antara.
Dia menjelaskan dalam perubahan peraturan tersebut, pihak Kemenhub atau TNI berhak untuk menembak drone yang dinilai membahayakan menggunakan alat khusus, seperti drone-jamming.
Dilansir Make, drone-jamming adalah teknologi pengacau frekuensi radio pengendali untuk menghentikan drone yang sedang mengudara dengan cara aman. Cara ini dioperasikan menggunakan standar GPS dan pita radio ISM sehingga dapat menginterfensi sinyal UAV (Unmanned Aerial Vehicle) komersial.
Salah satu alat yang digunakan dalam drone-jamming adalah DroneDefender. Alat berbentuk seperti senapan masa depan ini dalam demonstrasinya mampu “menembak” objek sejauh 400 meter dengan diameter kemiringan 30 derajat.
Kemenhub juga dapat menjatuhkan sanksi apabila drone dioperasikan di Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) seperti bandara dan di area controlled airspace dan uncontrolled airspace pada ketinggian lebih dari 500 kaki atau 150 meter di atas permukaan tanah (AGL).
Selain Kemenhub, TNI juga bisa memberikan sanksi apabila drone dioperasikan di kawasan udara terlarang (prohibited area) dan kawasan udara terbatas (restricted area). Kawasan terlarang tersebut antara lain Istana Kepresidenan, kilang minyak, dan pangkalan udara TNI.
Adapun sanksi yang dikenakan kepada operator adalah sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan izin, pencabutan izin dan denda administratif. Denda administratif yang dimaksud adalah membayar antara 1.001 hingga 3.000 unit penalti, dengan satu unit penaltinya senilai Rp100.000. Ini berarti denda terkecil Rp100.001.000 hingga terbesar Rp300 juta.
Adanya pembatasan aktivitas ini bermula dari banyaknya laporan penerbangan yang terganggu akibat melintasnya drone di langit sekitar bandara. Pangkalan Lanud Adisutjipto, Jogja, sudah lebih dahulu mengeluarkan pelarangan menerbangkan drone di sekitar bandara.
Pelarangan ini didasar atas sebuah insiden yang menghebohkan pada pertengahan Desember 2015. Sebuah drone diterbangkan dengan ketinggian sejajar dengan posisi pesawat yang akan mendarat di Bandara Adisutjipto. Foto hasil bidikan drone itu sempat beredar viral di media sosial.