Kementerian Perhubungan dinilai menerbitkan peraturan yang lebih ketat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya di bidang penerbangan.
Indonesia National Air Carriers Association, INACA, menilai banyaknya pengajuan penundaan penerbangan dari maskapai baru-baru ini merupakan imbas dari ketatnya peraturan yang diterbitkan Kementerian Perhubungan.
Sedikitnya ada lima maskapai yang mengajukan penundaan penerbangan yakni Lion Air sebanyak 56 rute, PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) 28 rute, Citilink Indonesia satu rute, Sriwijaya Air sembilan rute dan NAM Air 11 rute.
[Baca: 105 Rute & 421 Frekuensi Penerbangan Domestik Ditunda]
Ketua INACA Bayu Sutanto mengatakan arus lalu lintas penumpang angkutan udara memang tengah memasuki kondisi sepi penumpang atau low season.
“Wajar kalau maskapai itu mengurangi frekuensi terbangnya di low season ini. Hanya saja, kenapa saat ini banyak yang mengajukan penundaan, itu karena memang aturannya lebih ketat ketimbang tahun-tahun sebelumnya,” katanya di Jakarta, Selasa (24/5/2016).
Aturan yang dimaksud yakni Peraturan Menteri Perhubungan No. 40/2016 tentang tentang Perubahan Ketujuh atas Peraturan Menteri Perhubungan No. 25/2008 tentang Penyelenggaran Angkutan Udara.
Dalam aturan tersebut, lanjut Bayu, izin rute penerbangan dari maskapai akan dicabut apabila tidak melaksanakan operasi penerbangan sebagian atau seluruhnya selama 7 hari berturut-turut tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu.
“Kalau tahun lalu itu kan baru dicabut apabila 21 hari berturut-turut tidak terbang. Nah, maskapai bisa main itu, 20 hari tidak terbang, satu hari kemudian terbang. Jadi memang tidak perlu mengajukan penundaan ke regulator,” ujarnya.
Bayu menilai aturan yang diterbitkan Kementerian Perhubungan tersebut cukup positif guna menciptakan persaingan bisnis antarmaskapai yang lebih adil.
Dengan kata lain, maskapai yang lebih siap berhak mendapatkan izin rute penerbangan.
Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, sambungnya, ada maskapai niaga dalam negeri tertentu yang terlalu banyak mengambil waktu alokasi terbang atau slot time. Alhasil, maskapai lainnya menjadi tidak mendapatkan bagian.
“Apalagi, kapasitas slot time di bandara-bandara kita saat ini sangat terbatas, jadi persaingan untuk mengambil slot time itu harus fair. Jangan didominasi terus sama maskapai yang besar-besar,” kata dia. (Sumber: bisnis.com)