Beberapa negara telah memperketat keamanan bandara menyusul ledakan bom di Brussels, Belgia.
Bom di Bandara Zaventem, Brussels dan stasiun Maelbeek, Selasa (22/3), mengakibatkan 34 orang tewas. ISIS mengaku bertanggung jawab atas ledakan tersebut.
Pihak berwenang di London, Paris dan Frankfurt menambah jumlah polisi yang berpatroli di bandara. Maskapai penerbangan bergegas mengalihkan penerbangan sedangkan pengelola Bandara Brussels menutup bandara yang melayani lebih dari 23 juta penumpang per tahun.
Di Amerika Serikat, kota terbesar di negara itu, New York, memberlakukan siaga tinggi dan Garda Nasional dipanggil untuk menjaga keamanan di dua bandara di New York.
Sebagaimana dilansir CNN, Rabu (23/3), selama ini, pengamanan bandara di Eropa cenderung longgar. Bandara di Eropa Barat yang cenderung terbukuka kontras dengan beberapa di Afrika, Timur Tengah dan Asia Tenggara, di mana dokumen dan barang-barang wisatawan diperiksa sebelum mereka diizinkan untuk memasuki bandara.
Di Turki, penumpang dan tas yang mereka bawa harus diperiksa lagi setelah check-in. Moskow juga memeriksa orang-orang di pintu masuk terminal.
Bandara Ben Gurion, Israel dengan tingkat keamanan yang keras, termasuk memeriksa profil penumpang untuk mengidentifikasi mereka yang dianggap mencurigakan.
Di ibukota Kenya Nairobi, penumpang diperiksa di sebuah pos pemeriksaan satu kilometer dari terminal utama.
Sementara itu, penambahan pemeriksaan seperti sinar-X untuk tas di pintu masuk terminal justru dianggap sebagai target potensial.
“Setiap pengamanan di pintu terminal akan menyebabkan kemacetan, ketidaknyamanan. Antrean di pintu kedatangan menjadikan kerumunan itu sebagai target menarik,” kata Ben Vogel, editor di IHS Jane Airport Review.