PT Dirgantara Indonesia (Persero) (PTDI) ikut unjuk gigi dalam ajang Internasional Singapore Air Show 2016 yang resmi dibuka Selasa (16/2) di Changi Exhibition Centre, Singapura. Salah satu yang ditunggu-tunggu adalah kabar penyempurnaan N219.
Booth PTDI berada di nomor C77. PTDI mengikuti Singapore Airshow dengan membawa CN235-220MPA yang telah dioperasikan TNI Angkatan Laut yang merupakan pesawat patroli kelas medium dan N219 kebanggaan anak bangsa yang belum diujicoba.
Pesawat ini sangat cocok dan unggul untuk mengemban misi patroli maritim dalam mengawasi dan menjaga lautan yang luas. Selain memiliki kemampuan untuk patroli maritim, ia juga memiliki daya jelajah hingga 11 jam, mampu mendeteksi sasaran kecil, memiliki kamera pengintai resolusi tinggi untuk pencitraan dan juga memiliki FLIR yang dilengkapi dengan infrared sehingga dapat mendeteksi sasaran di malam hari.
Sejumlah negara saat ini sudah banyak mengoperasikan CN235 ini, antara lain Brunei Darussalam 1 unit, Malaysia 8 unit, Thailand 2 unit, Pakistan 5 unit, Uni Emirate Arab 7 unit, Korea Selatan 12 unit dan Indonesia sendiri sebanyak 12 unit. Saat ini PTDI tengah menyelesaikan pesanan TNI AU, TNI AL, Senegal, Vietnam, Fhilipina dan Thailand.
PTDI dalam pameran ini juga mempromosikan pesawat N219 hasil karya anak bangsa yang penerbangan perdananya dijadwalkan paling dekat Mei mendatang.
Pesawat N219 merupakan pesawat turboprop berkapasitas 19 penumpang yang memiliki keunggulan short take of landing dan mudah dioperasikan di daerah terpencil, mempunyai kemampuan self starting tanpa bantuan ground support unit, memiliki kabin terluas di kelasnya dan memiliki teknologi Multihop Capability Fuel Tank, teknologi yang memungkinkan pesawat tidak perlu mengisi ulang bahan bakar untuk melanjutkan penerbangan ke rute berikutnya.
Glass Cockpit
Dalam pameran ini PTDI juga menghadirkan kokpit demonstrator untuk pesawat N219. Desain struktur pesawat N219 sudah 100% dan siap diluncurkan ke publik. Konten lokal pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia (DI) itu pun sudah mencapai 40% dan diupayakan terus bertambah.
N219 mengusung Glass kokpit yang seluruh panelnya sudah berbasis LCD. Sudah dilengkapi dengan radar cuaca G1000 yang banyak digunakan pada pesawat komersial kecil dan besar saat ini, radar tersebut mampu mendeteksi keberadaan awan Cumulonimbus (Cb) yang seringkali menyebabkan kecelakaan pesawat.
Kokpit N219 juga dengan Synthetic Vision Technology (SVT). Ini adalah sistem komputer yang menampilkan citra lingkungan sekitar pesawat di layar utama kokpit (multi function display/MFD).
Layar akan menampilkan kontur permukaan bumi (topografi) dalam model tiga dimensi (3D), komplet dengan informasi-informasi utama penerbangan (primary flight display/PFD) yang dibutuhkan pilot, seperti altitude (ketinggian), airspeed (kecepatan di udara), serta attitude pesawat.
Diulas oleh itstopover.blogspot.co.id, teknologi SVT ini bisa membantu pilot dan kopilot mengambil keputusan. Meskipun dalam kondisi gelap atau saat ada kabut, pilot tetap bisa melihat kondisi alam sekeliling.
Pengembangan NASA
Synthetic vision pertama kali dikembangkan oleh NASA dan Angkatan Udara AS (US Air Force) pada akhir tahun 1970-an dan 1980-an.
Setelah riset puluhan tahun, pada 2005 lalu NASA berhasil mengintegrasikan sistem synthetic vision ini ke dalam pesawat Gulfstream V yang dipakai dalam pengujian.
FAA (lembaga otoritas penerbangan AS) memberikan sertifikasi pertama untuk teknologi SV-PFD (synthetic vision-primary flight display) ini pada 2009 lalu dalam pesawat Gulfstream.
SV-PFD pun menggantikan artificial horizon biru-coklat tradisional dengan tampilan data topografi yang dihasilkan komputer, sekaligus ditimpa dengan simbol-simbol PFD yang sudah dikenal pilot selama ini.
Semenjak itu, banyak pabrikan sistem glass cockpit mengintegrasikan teknologi itu ke dalam produk-produknya, termasuk Garmin dengan G1000 yang juga dipakai dalam N219.
Kini, sebagian besar pesawat-pesawat terbang keluaran terbaru sudah mengintegrasikan SV-PFD di dalam kokpitnya, seperti Twin Otter Series 400 dan Cessna Mustang.
Sementara empat pabrikan pesawat kawakan, Boeing, Airbus, Bombardier, dan Embraer telah berkomitmen memberikan fitur SV-PFD dalam pesawat-pesawat buatannya pada 2018 nanti, jika emesan memintanya.
Riset yang dilakukan AST (commercial aviation safety team) yang mempelajari 18 kejadian kecelakaan sepanjang 2003 hingga 2012 menyebut bahwa tampilan visual virtual, alias SVT, bisa membantu mencegah 17 dari 18 kejadian kecelakaan yang terkait dengan hilangnya orientasi awak pesawat.
Beberapa insiden kecelakaan yang dimaksud termasuk kecelakaan Bombardier Q400 milik Colgan Air dan Boeing 737-800 Turkish Airlines, yang keduanya terjadi pada 2009 lalu.
Menurut CAST, seperti dikutiup Aviation Week, tampilan visual yang mengalir itu bisa membantu awak pesawatmenentukan orientasi, gerakan, dan merasakan jarak dengan daratan, dibandingkan tampilan layar sebelumnya.
CAST memprediksi risiko kecelakaan akibat hilang orientasi ini bisa dikurangi sebesar 16%, dengan asumsi cukup 30% maskapai di dunia menggunakannya pada 2035 nanti.