Perjalanan ke tepi ruang angkasa ternyata tak harus menggunakan pesawat bermesin canggih dan berkekuatan tinggi. Para ahli aviasi Airbus merancang pesawat Glider (pesawat tanpa mesin) Perlan II untuk melayang jauh tinggi hingga batas stratosfer.
Pesawat ini akan memecah rekor sebagai pesawat dengan penerbangan tertinggi dalam sejarah pada pertengahan tahun ini.
Pesawat tanpa mesin itu dijadwalkan terbang dengan tenaga angin untuk mencapai ketinggian 90.000 kaki di stratosfer atau 27 km mdpl. Ini altitude tertinggi yang bisa dicapai pesawat selama ini. Pesawat ini siap memecah rekor sebagai pesawat dengan penerbangan tertinggi dalam sejarah pada pertengahan tahun ini.
Airbus Perlan II memang pesawat pertama tanpa mesin di dunia yang dirancang mencapai ketinggian tersebut. Meskipun tidak memiliki mesin, kecepatan pesawat di ketinggian akan mampu mencapai 400 mil per jam (sekitar 643km/jam) dan kerapatan udara akan kurang dari dua persen di permukaan laut.
Untuk itu, para kru yang terdiri dari dua pilot, harus menghirup oksigen murni yang disediakan oleh sistem rebreather, mirip dengan yang digunakan astronot di ruang angkasa.Karena tidak menggunakan mesin, Perlan II dapat menjelajahi tepi ruang angkasa tanpa mencemari atmosfer.
Allan McArtor, Ketua dan CEO Airbus Group, yang mensponsori pesawat, mengatakan, pesawat itu akan diupayakan untuk mencapai ketinggian jelajah optimal 27 km pada awal Juni mendatang di Argentina.
Allan mengatakan wawasan yang diperoleh dalam penerbangan pada ketinggian yang kian tinggi, akan berimplikasi bagi masa depan penerbangan sub-sonic dan supersonik atau hipersonik.
“Airbus baru-baru ini mengajukan paten untuk pesawat penumpang hipersonik yang akan pergi ke ruang angkasa dan bisa kembali lagi ke bumi,” kata Allan seperti dikutip Daily Mail, Kamis (4/2/2016).
Tujuan dari proyek ini adalah untuk membuka mata dunia dari penemuan-penemuan baru yang terkait dengan penerbangan dengan ketinggian tinggi yang ramah lingkungan dan peka perubahan iklim.
Proyek Perlan dibentuk untuk mengeksplorasi gelombang gunung dan mempelajari sejauh apa gelombang itu bisa membawa benda terbang ke tepi ruang angkasa.
Sebelumnya, pada Agustus 2006, pada proyek yang sama, duo pilot, Steve Fossett dan Einar Enevoldson berhasil menerbangkan glider Perlan I hingga ketinggian 50.722 kaki (15,46 km) hanya dengan bantuan dorongan gelombang gunung.
“Airbus Perlan II merupakan usaha bersejarah yang menjadi simbol semangat sejati pelopor penerbangan paling awal, “kata Tom Enders, CEO EADS yang mensponsori proyek.
“Pengetahuan yang diperoleh dari proyek ini akan berdampak bagaimana dunia memahami dan mengatasi perubahan iklim. Tetapi juga akan membantu Airbus terus berinovasi untuk bisa terbang lebih tinggi, lebih cepat dan lebih bersih, di Bumi dan mungkin di luar angkasa,” kata dia.
Penerbangan perdana Perlan II telah dimulai pekan ini yang dikemudikan Jim Payne dan Morgan Sandercock hingga ketinggian 5.000 kaki atau 1,5 km. Selanjutnya, kedua pilot akan membawa glider ke berbagai ketinggian dengan serangkaian tes sebelum upaya mencapai tepi ruang angkasa di Argentina pada Juni mendatang.
Penerbangan ini diharapkan melebihi ketinggian yang pernah dicapai pesawat bermesin jet tunggal bikinan Lockheed U-2 “Dragon Lady” dan mesin jet ganda Lockheed SR-71 “Blackbird” . Kedua pesawat bermesin jet tercanggih bikinan produsen pesawat tempur asal Amerika Serikat itu memang dikembangkan untuk terbang dalam misi mata-mata hingga batas angkasa luar.