Perusahaan penerbangan milik negara PT Merpati Nusantara Airlines saat ini tengah berhenti beroperasional setelah dinyatakan bangkrut pada 2014 lalu. Pemerintah ingin mendivestasi saham perseroan yang dimiliki negara kepada investor swasta melalui skema strategic sale tahun ini.
Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro mengungkapkan saat ini sudah ada tiga investor swasta menyatakan berminat terhadap perusahaan yang telah beroperasi sejak 1962 itu. “Ada dua dari domestik dan satu dari asing,” ungkap Aloysius di Jakarta, Kamis (28/1/2016).
Apabila nantinya investor ingin mengambil sebagian saham Merpati Airlines, investor juga secara otomatis diwajibkan mengambil alih seluruh pasiva atau utang-utang yang selama ini diemban maskapai itu. “Penawaran akan diberikan kepada siapa yang sanggup membeli dengan semua utang diambil,” kata dia.
Saat dinyatakan bangkrut pada 2014 lalu, Merpati memiliki ekuitas minus Rp6,5 triliun. Setahun setelah tutup operasi pun, Merpati harus mengeluarkan biaya operasional (overhead cost) sebesar Rp9 miliar per bulan.
Selain ekuitas minus, Merpati mempunyai utang sampai Rp8 triliun. Sementara itu, ada kewajiban yang diklaim manajemen untuk pembayaran karyawan sebesar Rp1,4 triliun. Pemerintah telah menitipkan dana restrukturisasi dan revitalisasi Merpati di PT Perusahaan Pengelola Aset sebesar Rp500 miliar, meski belum dicairkan.
Namun penawaran saham Merpati Airlines diprediksi akan menghalami hambatan. Sebabnya, tak banyak investor asing yang bakal ikut berkompetisi menawarkan diri. Sebab, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengungkapkan menurut ketentuan asas Undang-Undang Penerbangan kepemilikan saham investor asing dibatasi hanya 49% saja.