Alih-alih mencoba mengembangkan mesin listrik murni, peneliti NASA memilih meniru konsep yang secara efektif digunakan pada industri otomotif, yakni mobil hibrid.
Dalam upayanya mengurangi jumlah bahan bakar fosil yang digunakan oleh industri pesawat penumpang, para peneliti NASA telah merancang pesawat hibrid. Dalam rancangan awal, NASA menempatkan sebuah mesin listrik besar yang melekat ke bagian belakang pesawat.
NASA menyadari masalah yang sejauh ini menghambat insinyur aeronautika untuk menciptakan pesawat bertenaga listrik, yakni keraguan pesawat itu bakal memiliki tenaga yang sama dengan kekuatan pesawat berbahan bakar fosil.
Keraguan ini memang sudah dijawab dengan percobaan terbang Solar Impulse 2. Pesawat tenaga surya murni berlebar sayap lebih besar dari Boeing 747 ini diujicoba mengelilingi Bumi dalam waktu sekitar 20 hari dengan kecepatan maksimum hanya 140 km/jam. Kecepatan ini tentu saja lebih lambat dari salah satu pesawat bahan bakar bertenaga fosil paling dasar, Cessna 172.
Alih-alih mencoba mengembangkan pesawat bertenaga listrik murni, peneliti NASA memilih meniru konsep yang kini secara efektif digunakan dalam industri otomotif, mobil hibrid. Mereka mencoba mengubah pesawat ke model semacam mobil hibrid alias memakai tenaga listrik bersamaan dengan tenaga fosil.
Para peneliti di Pusat Penelitian NASA Gleenn, yang dulunya dikenal sebagai Laboratorium Mesin Pesawat di mana pioner penerbangan Orville Wright membangun teknologi pesawat, saat ini sedang merancang sistem yang dapat menghasilkan daya listrik untuk menambah daya yang dihasilkan mesin berbasis bahan bakar fosil.
“Sistem ini menggunakan motor listrik dan generator yang bekerja sama dengan mesin turbin untuk mendistribusikan listrik ke seluruh pesawat guna mengurangi konsumsi bahan bakar,” kata insinyur utama dalam proyek itu, Amy Jankovsky, seperti dikutip siliconrepublic.com. “Bagian penelitian kami sedang mengembangkan mesin ringan dan sistem listrik yang akan dibutuhkan agar sistem ini bisa bekerja.”
[embedyt] http://www.youtube.com/watch?v=WJeMeXgKPWU[/embedyt]
Salah satu tujuan NASA mengembangkan sistem tenaga ini adalah untuk membantu industri pesawat dalam mengurangi emisi, kebisingan dan konsumsi bahan bakar fosil. Kendati telah banyak upaya mengembangkan sebuah pesawat bertenaga listrik sejak 1970-an, kemajuan terbaru dalam efisiensi baterai telah membuat teknologi ini akhirnya tampak dalam jangkauan. Pada 2014, Airbus meluncurkan sebuah pesawat bertenaga listrik yang disebut E-fan yang memiliki kecepatan tertinggi 136 mil per jam (218 km/jam). Namun kecepatan tertinggi itu tak bisa bertahan lebih dari satu jam.
Associate Administrator NASA untuk penelitian aeronautika, Jaiwon Shin, mengatakan, jika teknologi yang dikembangkan NASA ini diaplikasikan pada armada maskapai pesawat terbang, dalam taksirannya, para maskapai bakal meraup dampak keuntungan ekonomi yang sangat besar. “Penghematan operasional bisa mencapai US$255 miliar antara tahun 2025 dan 2050,” kata dia.
Dengan menempatkan mesin bertenaga listrik di bagian belakang pesawat, NASA memperkirakan jumlah emisi karbon yang dikeluarkan setiap penerbangan dapat ditekan sebanyak 30%.
Dengan pertimbangan industri penerbangan AS yang mengangkut lebih dari 700 juta penumpang setiap tahun, teknologi hibrid NASA ini bisa membuat setiap perjalanan lebih efisien bahan bakar. “Tentu saja ini dapat berdampak cukup besar pada penggunaan total bangsa bahan bakar fosil,” kata Jaiwon Shin seperti dikutip Russia Today, 7 Januari 2016.
Kapan siap diaplikasikan? Tunggu saja tanggal mainnya…