Beberapa tahun terakhir pariwisata Indonesia kian tumbuh berkembang seiring dengan munculnya tren penerbangan murah yang lebih dikenal dengan Low Cost Carrier (LCC).
Segmen perjalanan udara berbiaya rendah atau yang disebut LCC, tidak hanya menjamur di Indonesia, namun saat ini merupakan 35% bagian dari lalu lintas terjadwal antar-negara-negara Eropa. Cuma memerlukan waktu sekitar 24 tahun saja sejak RyanAir memulai LCC pada 1990 di Eropa Barat.
Jika mendengarpenerbangan LCC, mungkin yang terbayang di pikiran kita orang Indonesia langsung tertuju maskapai penerbangan AirAsia milik pengusaha asal Malaysia, Tony Fernandez. Sebagai pelopor konsep LCC di Asia, maskapai ini menjadi salah satu LCC paling populerdi Nusantara. Bahkan Anda pastinya pernah membaca iklan penerbangan komersial ini yang menawarkan Rp99.999 ke Malaysia. Bagaimana bisa penerbangan semurah itu?
Beberapa sumber seperti The Economist dan situs forum komunitas penerbangan airlines.net menjelaskan bagaimana penerbangan murah bisa sebegitu murah. Ternyata LCC mempunyai sejumlah rumus. Apa saja rumusnya?
1. Keterisian kabin
The Economist melaporkan, Southwest Airlines, kendati tanpa embel-embel LCC, telah menjadi pioner dalam hal mengurangi biaya operasional yang saat ini digunakan di seluruh dunia.
Untuk mengurangi biaya, Southwest mengisi pesawatnya dengan tempat duduk lebih banyak, memastikan setiap penerbangan penuh dan menerbangkan pesawatnya lebih sering dibanding maskapai layanan penuh (full-service).
Berdasarkan presentasi dari Asosiasi Maskapai Bertarif Rendah di Eropa (European Low Fares Airline Association/ELFAA) mengenai Variasi Biaya Bandara oleh Sekretaris Jenderal Grup industri Penerbangan, Jan Skeels, di Dublin pada 2005 lalu, LCC seperti Ryanair, easyJet, Aer Lyngus dan Southwest bisa terisi hingga 148 tempat duduk untuk kabin kelas tunggal (semuanya ekonomi).
