Pemerintah Amerika Serikat kini sedang berkutat untuk memastikan pilot maskapai penerbangan di negaranya betul-betul masih menjaga kemampuan terbang mereka terutama cara memonitor sistem kontrol otomatis canggih di kokpit dan kemampuan menerbangkan pesawat secara manual.
Sebuah laporan baru mengungkapkan, dari hasil kajian studi dan investigasi kecelakaan, kemampuan terbang manual para pilot kian berkurang.
Pengawas internal Departemen Perhubungan AS mengatakan, kebanyakan maskapai yang terbang hari ini dilakukan melalui sistem otomatis, sehingga pilot hanya bekerja memonitor. Pilot biasanya menggunakan keterampilan terbangnya hanya beberapa saat selama lepas landas dan proses landing.
Studi dan investigasi kecelakaan memunculkan kekhawatiran kemampuan terbang pilot-pilot di AS mulai tumpul akibat terlalu banyak fokus pada layar instrumen dalam waktu yang lama.
Kantor Inspektorat Jendral Departemen Perhubungan AS menemukan, selama ini Federal Aviation Administration tidak pernah memastikan dengan sungguh-sungguh bahwa program pelatihan maskapai telahmenjawab kemampuan pilot untuk memantau jalur penerbangan, sistem otomatis dan tindakan anggota awak lainnya. Hanya lima dari 19 pelatihan simulator rencana penerbangan maskapai yang diuji peneliti secara khusus dan dipantau.
FAA juga tidak pernah memastikan seberapa sering pilot maskapai mendapatkan kesempatan untuk secara manual menerbangkan pesawat dan belum memastikan bahwa program pelatihan maskapai dalam hal terbang manual sudah cukup memadai, demikian menurut laporan, yang belum dirilis untuk umum yang lebih dulu dirilis pressherald.com, Minggu (10/1/2016).
Pada Januari 2013, Inspektorat Jendral Departemen Perhubungan mengeluarkan peringatan keamanan agar FAA mempromosikan kesempatan bagi pilot untuk berlatih terbang manual dalam operasional sehari-hari dan selama pelatihan pilot.
Namun ternyata FAA belum menindaklanjutinya dengan tuntas dan belum bisa menentukan apakah maskapai penerbangan akan mengikuti rekomendasi itu, demikian tulis laporan itu.
FAA memang telah menerbitkan aturan baru pada 2013 yang mensyaratkan maskapai penerbangan agar memperbarui program pelatihan mereka guna memantau keterampilan terbang manual para pilot. Namun laporan tim inspektorat menemukan aturan FAA itu ternyata belum mewajibkan maskapai untuk mematuhi aturan hingga 2019 mendatang.
Kecelakaan Buffalo
Aturan tentang meningkatkan pelatihan muncul setelah terjadi kecelakaan pesawat regional pada 2009 saat mendekati Buffalo, New York. Kecelakaan itu menewaskan semua 49 orang di dalamnya dan seorang penduduk di darat.
Hasil penyelidikan Dewan Keselamatan Transportasi Nasional mengungkapkan pilot tidak memonitor kecepatan pesawat itu di udara, yang mulai berkurang ke tingkat yang sangat lambat.
Kapten pesawat terkejut ketika sistem pengaman yang disebut stick shaker secara otomatis mengirimkan sinyal getar pada batang kontrol. Alih-alih mengarahkan pesawat ke bawah menambah kecepatan, kapten justru menarik batang kontrol untuk meningkatkan ketinggian. Respons ini justru memperlambat pesawat bahkan membuatnya stall. Walhasil, pesawat pun jatuh menimpa sebuah rumah.
Dewan menyimpulkan kecelakaan itu terjadi akibat kesalahan pemantauan oleh awak pesawat, sehingga muncul rekomendasi perlunya pelatihan lebih spesifik pada keterampilan pengawasan aktif.
Amerika Serikat dan negara-negara lain beralih ke sistem lalu lintas udara berbasis satelit dan mengurangi ketergantungan mereka pada radar. Di antara keuntungan dari navigasi berbasis satelit adalah pesawat bisa terbang mengikuti rute dan mengurangi waktu terbang.
Namun dengan sistem ini, sistem presisi otomatisasi diperlukan untuk memungkinkan pesawat terbang sesuai jalurnya. Lantaran tingkat penggunaan otomatisasi meningkat, pilot memiliki kesempatan lebih sedikit menggunakan keterampilan terbang manual mereka.